Madiun (Antara Jatim) - Pengadilan Negeri (PN) Kabuaten Madiun, Jawa Timur, menjatuhi hukuman atau vonis terdakwa pembunuhan terhadap seorang mahasiswi Akper di Jombang, Yatimin, dengan hukuman penjara selama 18 tahun.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan vonis oleh majelis hakim yang digelar di Pengadilan Negeri Mejayan Kabupaten Madiun, Selasa, ketua majelis hakim, Halomoan Sianturi, menyatakan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Fitria Kumala Sari sebagaimana dimadsud dalam dakwaan primer pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Fitria Kumala Sari. Oleh karenanya, menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dan membayar biaya perkara sebesar Rp7.500," ujar ketua majelis hakim, Halomoan Sianturi, dalam amar putusannya.
Karena dakwaan primer telah terbukti, maka tidak perlu lagi membuktikan dakwaan subsider pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sendhy P, yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun.
Karena vonis hakim lebih tinggi dari tuntutan JPU, berarti hakim menggunakan hak Ultra Petita atau vonis lebih tinggi dari tuntutan dalam putusannya.
Pihak JPU langsung menyatakan menerima atas putusan majelis hakim tersebut. Sedangkan terdakwa melalui penasihat hukumnya, Jonathan D Hartono, menyatakan pikir-pikir.
"Kami pikir-pikir dahulu. Sangat berat vonis tersebut bagi klien saya. Masih ada waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap," kata Jonathan, seusai sidang.
Seperti diketahui, kasus pembunuhan tersebut dilakukan Yatimin (28) warga Desa Sumberejo, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun, yang bekerja sebagai kuli bangunan terhadap korban Fitria Kumala Sari (20) warga Desa Plumpungrejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, yang tak lain adalah pacarnya, pada Oktober tahun 2015. Kasus itu terkuak setelah warga dihebohkan dengan temuan mayat perempuan di hutan Saradan dengan kondisi setengah telanjang dan leher patah.
Yatimin mengakui telah membunuh Fitria karena bingung terus didesak untuk dimintai pertanggungjawaban. Hasil otopsi, korban sedang hamil, sementara Yatimin telah memiliki istri dan anak.
Korban dan Yatimin telah saling kenal sejak enam tahun lalu. Mereka lalu dekat hingga akhirnya berpacaran. Keduanya juga telah beberapa kali melakukan hubungan itim.
Pada kejadian sebelum pembunuhan, keduanya sempat berhubungan badan di hutan Saradan dengan tangan korban diikat di pohon jati. Setelah itu, Yatimin lalu menusuk leher korban dengan pisau yang telah disiapkan. Selain itu, leher korban juga diinjak hingga patah dan tewas di lokasi tersebut.
Jasadnya kemudian dibuang di hutan dalam keadaan mengenaskan yaitu ada bekas tusukan benda tajam di leher dan kondisi leher patah. Setelah membunuh, pelaku kabur dengan membawa semua barang milik korban, seperti tas, laptop, telepon genggam, dan lainnya, untuk menghilangkan jejak. Pelaku ditangkap polisi seminggu kemudian. (*)