"Kalau sudah ditolak di banmus kenapa dibahas lagi dan divoting," kata Baktiono yang juga anggota pansus Raperda Minuman Beralkohol kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, masyarakat sudah tidak dapat dibohongi lagi oleh kebijakan para politisi. "Mereka jangan dianggap tidak monitor segala kebijakan yang akan dibuat dan dipututuskan setiap fraksi dan setiap anggota Dewan," ujarnya.
Sampai saat ini, lanjut dia, Pansus Raperda Minuman Beralkohol DPRD yang dibahas di Komisi B belum pernah mempunyai rencana "public hearing".
Seharusnya, kata dia, dalam kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan apalagi yang bisa membahayakan masa depan generasi penerus bangsa.
"Kepekaan dalam membuat kebijakan politik harus hati hati, bijak dan tidak bisa diputuskan sepihak, seolah olah sudah merasa benar," katanya.
Ia mengatakan perlu kiranya minta masukan berbagai pihak seperti tokoh dan intelektual tentang untung ruginya minuman beralkohol. "Dalam usulan kami tantang pengendalian penjualan dan pembelian alkohol di apotik dan toko bahan kimia sama sekali diabaikan," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, sudah terjadi keputusan aklamasi di Pansus Minuman Beralkohol satu bulan yang lalu tentang larangan Supermarket dan Hypermarket serta pengecer menjual minuman beralkohol karena minuman tersebut bisa dibawa pulang yang pengendaliannya dan kontrolnya sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
"Kami sangat menyangkan dari Pemkot Surabaya dalam hal ini didominasi Kepala Bagian Hukum sangat aktif untuk memperjuangkan agar Munuman beralkohol bisa dijual di supermarket dan hypermarket, padahal dalam di Panitia beberapa kali pembahasan Pansus Mihol sangat Pasif," katanya.
Kabag Penyusunan Hukum Pemkot Surabaya Rizky Yunanta Basuki sebelumnya mengapresiasi persetujuan anggota pansus minuman beralkohol. Hal itu sesuai dengan hasil konsultasi dengan Biro Hukum Pemprov Jatim mengajukan pengecer bisa diperbolehkan.
"Karena berdasarkan permendag 20/2014 dan perpres 74/2013 pengecer dimungkinkan," ujarnya singkat. (*)
"Kepekaan dalam membuat kebijakan politik harus hati hati, bijak dan tidak bisa diputuskan sepihak, seolah olah sudah merasa benar," katanya.
Ia mengatakan perlu kiranya minta masukan berbagai pihak seperti tokoh dan intelektual tentang untung ruginya minuman beralkohol. "Dalam usulan kami tantang pengendalian penjualan dan pembelian alkohol di apotik dan toko bahan kimia sama sekali diabaikan," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, sudah terjadi keputusan aklamasi di Pansus Minuman Beralkohol satu bulan yang lalu tentang larangan Supermarket dan Hypermarket serta pengecer menjual minuman beralkohol karena minuman tersebut bisa dibawa pulang yang pengendaliannya dan kontrolnya sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
"Kami sangat menyangkan dari Pemkot Surabaya dalam hal ini didominasi Kepala Bagian Hukum sangat aktif untuk memperjuangkan agar Munuman beralkohol bisa dijual di supermarket dan hypermarket, padahal dalam di Panitia beberapa kali pembahasan Pansus Mihol sangat Pasif," katanya.
Kabag Penyusunan Hukum Pemkot Surabaya Rizky Yunanta Basuki sebelumnya mengapresiasi persetujuan anggota pansus minuman beralkohol. Hal itu sesuai dengan hasil konsultasi dengan Biro Hukum Pemprov Jatim mengajukan pengecer bisa diperbolehkan.
"Karena berdasarkan permendag 20/2014 dan perpres 74/2013 pengecer dimungkinkan," ujarnya singkat. (*)