Surabaya (ANTARA) - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPRD Kota Surabaya mengawal pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji menghadapi sengketa Pilkada Surabaya 2020 yang kini masuk sidang kedua di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (2/2).
"Kami mendukung MK segera memutuskan Eri-Armuji sebagai pemenang Pilkada Surabaya," kata Ketua FPDIP DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri di Surabaya, Senin.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya meminta MK segera menolak tuntutan paslon Mahfud Arifin dan Mujiaman karena dinilai tidak ada bukti mendasar yang mampu menggagalkan hasil Pilkada Surabaya 2020.
Syaifudin mengatakan dalam tuntutannya, Machfud-Mujiaman tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai obyek perkara yang semestinya menjadi syarat formil permohonan sengketa Pilkada di MK. Bahkan juga tidak ada argumentasi tentang kesalahan penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sesuai hasil rekapitulasi KPU Surabaya, Paslon Eri-Armuji meraup 597.540 suara, sedangkan Machfud-Mujiaman 451.794 suara, dengan total suara sah 1.049.334. Terdapat selisih lebih dari 145.000 suara.
Kuasa Hukum Eri-Armuji Arif Budi Santoso menyoroti soal tuntutan pemungutan suara ulang di seluruh Surabaya alias pilkada ulang. Padahal, di setiap tingkatan, Machfud-Mujiaman memiliki saksi, mulai tingkat TPS sampai kota.
"Semua tahapan rekapitulasi tidak ada pihak yang menyampaikan keberatan. Jadi mengapa sekarang menuntut?" ujarnya.
Kuasa Hukum Machfud-Mujiaman, Veri Junaidi sebelumnya mengatakan selisih suara dalam hasil Pilkada Surabaya 2020 terjadi karena adanya kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh paslon Eri-Armuji.
Menurut dia, ada dua garis besar pelanggaran TSM di Pilkada Surabaya yakni keterlibatan Pemkot Surabaya dan Wali Kota Surabaya periode 2015-2020, Tri Rismaharini dan kecurangan secara TSM itu tidak diproses secara benar oleh penyelenggara dan pengawas pemilu.
"Sehingga proses penegakan hukum, dan proses yang semestinya dijalakan tidak dapat menyelesaikan proses penegakan hukum di kasus-kasus tersebut," ujarnya. (*)