Batu (Antara Jatim) - Pengelola Museum Mahanandi Surabaya, Johan Yan, melontarkan gagasan perlunya dana "CSR" dari korporasi/industri untuk pengembangan museum agar tak bergantung pada pemerintah.
"Kini sudah saatnya museum membuka pintu dan jendela agar udara segar dapat masuk, setop mengemis dan berpikirlah kreatif untuk mendatangkan empat huruf: D-U-I-T," katanya dalam sesi dialog pada lokakarya 'Manajerial Pengelola Museum' di Batu, Jawa Timur, Kamis.
Dalam lokakarya yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur pada 26-28 Januari 2016 itu, ia mengemukakan hal itu menanggapi banyaknya keluhan pada panjangnya birokrasi dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendanaan museum.
"Museum Mahanandi yang kami kelola itu unik, kami selalu menjemput bola, kami tidak berdiam diri di balik tembok museum, kami mendatangi masyarakat dan bahkan kami edukasi pebisnis untuk peduli dunia cagar budaya," kata motivator dari PT Total Quality (Surabaya - Jakarta - Singapura) itu.
Menurut dia, ada begitu banyak dana "Corporate Social Responsibility" yang dialirkan industri bagi pengembangan kemanusiaan setiap tahun, namun tidak banyak yang peduli untuk mengembangkan budaya.
"Saya melontarkan gagasan menarik tentang dana CSR untuk museum itu yang pertama kalinya pada pameran benda cagar budaya bertajuk 'Private Exhibition of Indonesian Masterpiece' di Surabaya pada 28 September 2012 yang dihadiri lebih dari 80 direktur korporasi bisnis," katanya.
Dalam lokakarya itu, Johan Yan memutar kembali film dokumentasi tentang pameran budaya dan "Director Dinner Club" bersama Prof Dr Timbul Haryono MA M.Sc (pakar Arkeometalurgi dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) terkait perlunya pebisnis mengalirkan dana CSR bagi museum.
"Lokakarya dalam enam sesi pelatihan strategis itu diharapkan dapat membuka wawasan pengelola museum untuk keluar dari kungkungan tembok museum yang tebal. Sudah waktunya pengelola museum berpikir terbuka menerima wawasan yang baru," ujar Kepala Seksi Permuseuman Disbudpar Jatim, Drs Dwi Suprianto MM.
Lokakarya diikuti 22 museum swasta dan 23 museum pemerintah dengan pemateri yakni Wuryanano (motivator), Christine Wu (pemilik swastika prima entrepreneur college), Diah Gardenia (pakar komunikasi), Titik S Ariyanto (Manager Operational Museum Angkut), Syariffudin (kurator senior), dan Dwi Cahyono (Ketua AMIDA Jatim).
Sementara itu, Museum Mahanandi di Jalan Raya Jemursari 85-B, Surabaya, mengoleksi koin, patung Dewi Tara (Dewi Sri), dan potongan gerabah peninggalan Majapahit yang ditemukan di kawasan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Patung Dewi Tara (Dewi Sri) dan potongan gerabah peninggalan Majapahit yang ditemukan itu erat dengan kaitan datangnya Islam. (*)