Pamekasan (Antara Jatim) - Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pamekasan, Jawa Timur Ustat Abdul Qodir menyatakan, organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) tidak mengajar paham sesat yang menyimpang dari ajaran Islam.
"Karena ajaran aqidahnya sama, yakni telah melaksanakan shalat, dan sedekah sesuai dengan syariat Islam," katanya di Pamekasan, Selasa.
Abdul Qodir yang juga takmir masjid Al-Furqon, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan mengamukakan hal itu, setelah berdialog dengan mantan anggota Gafatar asal Blok H Nomor 10 Perumnas Tlanakan, Siti Djunaidah.
Perempuan ini rencananya hendak dibaiat agar kembali kepada ajaran Islam, karena dikhawatirkan organisasi yang membawanya ke Kalimantan itu mengajarkan aqidah yang menyimpang dari syariat Islam.
Sebelum dibaiat, Ustat Abdul Qodir terlebih dahulu berdialog dengan Siti Djunaidah terkait aktivitasnya selama di penampungan bergabung ormas Gafatar itu. Diantaranya tujuan perempuan itu bergabung dengan Gafatar, serta aktivitasnya selama di penampungan.
Dalam dialog itu, Djunaidah menjelaskan, bahwa selama ini dirinya tidak pernah diajarkan keyakinan lain yang berbeda dengan ajaran Islam yang selama ini dia anut.
"Selama bergabung dengan Gafatar, saya shalat dan sedekah sesuai dengan ajaran Islam yang saya anut selama ini, dan kami disana tidak pernah diajari ajaran atau paham baru," katanya.
Atas jawaban itu, Ustat Abdul Qodir berkesimpulan, bahwa mantan anggota Gafatar itu tetap berpegang teguh pada ajaran Islam yang sebenarnya, dan organisasi Gafatar tersebut tidak mengajarkan ajaran sesat.
"Ibu ini tidak perlu dibaiat lagi, karena selama ini tetap Islam," katanya.
Mantan anggota Gafatar Siti Djunaidah ini kembali ke Pamekasan setelah dipulangkan pemerintah bersama para anggota Gafatar lainnya asal Jawa Timur.
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pamekasan menjemput Siti Djunaidah di Surabaya dengan menggunakan mobil Mitsubisi Strada bernomor polisi B 9153 PSC.
Secara terpisah, Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, Jakarta, M. Amin Djamaluddin, menunjukkan hasil penelitian yang "mementahkan" pandangan bahwa Gafatar merupakan gerakan sosial. Hasil penelitiannya menemukan bahwa Gafatar adalah nama (baju) baru dari Al-Qiyadah Al-Islamiyyah dan Komar (Komunitas Millah Abraham).
"Mereka berganti nama setelah 'nabi' Ahmad Moshaddeq menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 29 Oktober 2007 dan divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 April 2008 dengan hukuman empat tahun penjara," katanya di Jakarta (11/1).
Pergantian nama itu diputuskan dalam rapat pengurus lengkap di Jalan Raya Puncak KM 79, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 12 September 2009, bukan tahun 2011 atau 2008. Dengan nama baru itu, mereka melakukan kegiatan sosial di mana-mana di seluruh Indonesia.
"Namun, inti ajarannya masih tetap bersumber kepada 'nabi' Ahmad Moshaddeq. Sumber ajaran sebenarnya ada pada buku-buku asli tulisan Ahmad Moshaddeq dan buku tulisan Ketua Umum Gafatar, Mahful Muis Hawari, yang berjudul 'Teologi Abraham Membangun Kesatuan Iman, Yahudi, Kristen dan Islam'," katanya. (*)