Surabaya (Antara Jatim) - Salah satu yang menjadi kebanggaan dari dahulu sampai sekarang di Kota Surabaya adalah banyaknya taman yang tersebar di sudut-sudut kota.
Pemerintah Kota Surabaya banyak membangun taman aktif bagi warganya, di antara taman-taman aktif tersebut buka sampai 24 jam. Hal inilah yang mengantarkan Kota Surabaya setiap tahunnya mendapatkan penghargaan Adipura Kencana. Selain itu juga penghargaan Adiwiyata dan Kalpataru.
Penghargaan untuk kategori lingkungan di Surabaya, tak terlepas dari adanya taman-taman kota yang ikut menjadikan Surabaya terlihat lebih hijau. Surabaya saat ini mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebanyak 22,26 persen atau 171,68 hektare dari total luas wilayah kota 333.063 kilometer persegi. Bahkan Pemkot menargetkan pengembangan RTH Surabaya mencapai 35 persen.
Upaya pelayanan Ruang Terbuka Hijau (RTH), juga sedang digencarkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya saat ini. Banyaknya lahan-lahan kosong di tengah kota kini dijadikan taman kota.
Ada puluhan taman kota yang dimiliki Kota Surabaya, namun hanya enam taman kota yang paling aktif dan terkenal karena sering dikunjungi warga. Adapun enam taman kota itu di antaranya Bungkul, Flora, Prestasi, Apsari, Pelangi dan Taman Lansia.
Namun demikian, kondisi tersebut sempat mendapat sorotan dari Komunitas Nol Sampah. Mereka mendesak Pemkot Surabaya mengalihfungsikan taman-taman yang tersebar di seluruh sudut Kota Pahlawan menjadi hutan kota karena taman-taman tersebut belum mampu secara maksimal menyerap polutan dan juga menghasilkan oksigen.
Koordinator Komunitas Nol Sampah, Wawan Some mengatakan, taman di Surabaya pada dasarnya lebih berfungsi untuk mempercantik pemandangan kota. Tapi, dengan jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah tiap tahunnya, Pemkot harus berfikir ke arah tanaman yang berfungsi ekologis. Artinya, tanaman yang ditanam di taman-taman itu harus mampu menyerap polutan.
"Ada taman yang itu sudah bisa dikatakan sebagai hutan kota, yakni Taman Flora. Di situ banyak pepohonan yang mampu menghasilkan oksigen dan menyerap polutan," katanya.
Wawan menambahkan kebutuhan hutan kota di Surabaya sangat mendesak mengingat lahan yang semakin berkurang. Banyak lahan-lahan yang sebelumnya memiliki banyak tanaman berubah menjadi gedung pencakar langit.
Taman-taman yang ada bisa ditanami dengan trembesi yang mampu menghasilkan oksigen. Selain itu, di taman juga bisa ditanam pepohonan yang mampu mendatangkan burung-burung.
"Taman sekarang itukan hanya tempat untuk berkumpul dan bersosialisasi. Fungsi ekologisnya belum begitu diperhatikan," katanya.
Ia menjelaskan fungsi ekologis yang dimaksud di antaranya melalui proses fotosintesisnya akan menyerap gas CO2 dan menghasilkan oksigen, menyerap polutan lainnya seperti timbal (Pb) dan debu, serta menjadi habitat bagi satwa liar, antara lain burung dan jenis serangga.
"Pohon menyerap polutan dan menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan manusia," katanya.
Menurut dia, pohon bisa mereduksi polutan di udara sehingga nenjadi lebih bersih. Melalui proses fotosintesis pohon menyerap CO2 yang diketahui memberi dampak terhadap pemanasan global. Hasil dari fotosintesis adalah O2 yang dibutuh oleh manusia.
Beberapa penelitian membuktikan, 1 hektare ruang terbuka hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk kebutuhan 1.500 penduduk/hari, dan menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun), menyimpan 900 m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5°C-8°C, meredam kebisingan 25-80 persen, dan mengurangi kekuatan angin 75-80 persen.
Fungsi tak kalah penting dari Pohon adalah memfilter debu yang mencemari udara. Pepohonan di areal 300 x 400 meter diketahui menurunkan konsentrasi debu dari 7.000 menjadi 4.000 partikel per liter.
Sementara itu Pohon di jalur hijau ternyata dapat mengurangi lebih 50 persen gas NOx yang ada di udara. "Jadi jelas dengan menanam pohon akan memberi keuntungan bagi kita dan lingkungan sekitar kita. Selain menghasilkan oksigen, menyerap gas rumah kaca, menyerap polutan, ternyata dengan menanam Pohon di sekitar rumah tinggal akan menurunkan suhu udara sekitar rumah sampai 3 derajat Celcius," katanya.
Ia mengatakan di Surabaya sudah ada sejumlah hutan kota, di antaranya di kawasan Mangrove Wonorejo dan di Balaskrumpik. Sayangnya hutan kota tersebut belum berfungsi dengan maksimal. Di Mangrove Wonorejo misalnya, masih belum banyak pepohonan, justru yang luas adalah lahan tambak.
"Sebenarnya yang paling tepat itu hutan kota, bukan taman kota. Taman kota itu biayanya lebih besar dibanding hutan kota. Taman kota, tiap enam bulan sekali harus mengganti tanaman. Kemudian harus memberi air mancur, itukan butuh biaya listrik. Hutan kota itu perawatannya mahal diawal, setelah itu murah," ujarnya.
Perluas Hutan Kota
Sementara itu, Dinas Pertanian (Distan) Kota Surabaya terus berupaya memperluas hutan kota hingga mencapai 10 persen dari luas total wilayah Surabaya. Luas wilayah Surabaya sekitar 33.000 hektare. Maka luas hutan kota yang wajib dimiliki Surabaya adalah 3.300 hektare.
Luas hutan kota tersebut mesti dapat direalisasikan selambat-lambatnya 10 tahun setelah Peraturan Daerah (Perda) tentang Hutan Kota disahkan. Perda tentang Hutan Kota disahkan pada 2014.
"Saat ini, hutan kota yang sudah dimiliki Surabaya tersebar di sejumlah wilayah. Misalnya, Pakal seluas 13 hektare, Balas Klumprik seluas 4,3 hektare dan kawasan Pamurbaya seluas 500 hektare," kata Kepala Distan Kota Surabaya, Djoestamadji.
Pemkot mengklaim, pencapaian kinerja untuk peningkatan kualitas udara pada 2014 mencapai 100 persen lebih. Adapun dalam peningkatan kualitas udara, Surabaya ditargetkan harus mampu menurunkan kadar sulfur dioksida hingga 80 persen dan nitrogen dioksida 70 persen.
Setelah dilakukan pengujian sampel udara emisi industri, ternyata prosentase penurunan sulfur dioksida mencapai 81,37 persen dan nitrogen dioksida sebesar 70,85 persen.
Pada 2011, anggaran perluasan dan pemeliharaan hutan kota mencapai Rp3,7 miliar. Pada 2012 turun menjadi senilai Rp1,5 miliar dan pada 2013 kucuran anggaran yang digelontorkan masih sama yakni senilai Rp1,5 miliar. Pada tahun 2014 anggaran kembali turun menjadi Rp978 juta. Tahun ini, anggaran sedikit ada kenaikan menjadi Rp981 juta.
"Memang ada penurunan anggaran. Ini karena perluasan dan pemeliharaan di tahun-tahun awal, dibutuhkan ruang dan pematangan lahan lebih banyak,"ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya terkait pengadaan lahan baru untuk hutan kota.
Ia mengatakan target yang tertuang di perda bukan hanya kewajiban satu instansi, melainkan mesti dipenuhi oleh sinergi di antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkot Surabaya.
Dinas Pertanian sedang melakukan komunikasi dengan DPBT terkait pengadaan lahan di Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan Gununganyar. Saat ini, hutan kota yang sudah dimiliki Surabaya tersebar di sejumlah wilayah. Misalnya, Pakal (13 hektare), Balas Klumprik (4,3 hektare), dan kawasan Pamurbaya (500 hektare).
Kepala Seksi Kehutanan Dinas Pertanian Surabaya Suzy Irawati Fauziah menjelaskan da perbedaan antara hutan kota dan taman kota. Jika taman, umumnya mayoritas tanaman berupa bunga-bunga atau tumbuhan dengan jenis relatif berukuran kecil, kalau hutan kota, tanamannya fokus pada jenis yang lebih besar, keras, dan rindang.
"Fungsi tanaman lindung untuk memproduksi oksigen yang dikedepankan," katanya.
Perda Perlindungan Pohon
Kota Surabaya memiliki Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Pohon, yang secara resmi disahkan DPR Kota Surabaya di akhir masa bakti 2009-2014 pada akhir Agustus 2014. Perda ini mengatur mengenai perlindungan terhadap pohon serta sanksi bagi pelaku penebangan pohon maupun pelanggaran lainnya.
Keberadaan Perda ini menggantikan Perda serupa yakni Perda nomor 18 tahun 2003 tentang retribusi pohon, yang kemudian dianulir oleh UU nomor 27 tahun 2009 tentang Retribusi dan Pajak Daerah, yang melarang penarikan retribusi pohon diluar yang sudah ditentukan.
Selama ini banyak yang nebang pohon, tapi kita tidak bisa memberikan sanksi. Dengan Perda ini akan jelas sanksinya. Sanksi penebangan pohon ini tidak hanya berlaku bagi masyarakat umum, melainkan juga bagi pemerintah.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya diwajibkan segera melakukan pendataan terkait jumlah dan jenis pohon yang dimiliki pemerintah kota.
Selain itu pemerintah kota juga akan mengasuransikan seluruh pohon yang dimiliki, agar bila ada pohon yang roboh sehingga mengakibatkan korban, maka pemerintah dapat memberikan asuransi terhadap korban.
Anggota DPRD Surabaya Mohammad Mahmud mengatakan Perda tentang Perlindungan Pohon ini merupakan yang pertama di Indonesia. Machmud mengatakan terdapat denda bagi pelanggar aturan Perda, yaitu penggantian pohon yang jumlahnya telah diatur di dalam Perda.
Denda bagi penebang pohon sesuai aturan yang diamanatkan di dalam Perda, wajib menggantinya dengan pohon lain. Sebagai gantinya, dalam Perda baru ini ditetapkan denda bagi pemotong pohon.
Untuk pohon berdiameter 0-30 cm, dendanya berupa mengganti pohon berdiameter serupa dengan jumlah sebanyak 35 pohon. Jika diameter pohon mencapai 50 cm, maka dendanya adalah pohon dengan diameter serupa sebanyak 50 pohon. Serta jika diameter pohon yang dipotong lebih dari 50 cm, maka dendanya adalah 80 pohon. (*)