Surabaya (Antara Jatim) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo Surabaya mulai mengantisipasi adanya penyebaran virus bioterorisme (teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit) yang dikhawatirkan bisa menular.
"Secara ilmiah memang ada peluang virus-virus itu bisa dimodifikasi, namun saya bukan ahli dalam menangani virus-virus tersebut. RSUD dr. Soetomo melakukan upaya pengamanan terhadap pasien yang terindikasi terjangkit virus bioterorisme dengan pengamanan," kata Wakil Direktur RSUD dr. Soetomo, Kohar Hari Santoso di Surabaya, Sabtu.
Ia mengatakan, pengamanan yang dimaksud adalah dengan penanganan pasien yang tidak hanya dari sisi perilaku melainkan juga pelayanan dari pihaknya, dan fasilitas yang dimiliki rumah sakit, sementara untuk pemeriksaan virus pihaknya bekerja sama dengan Litbang.
"Kami sudah dilengkapi ruang isolasi khusus dengan standar khusus untuk mengurangi kemungkinan timbul virus supaya tidak menular, sehingga kami tidak hanya melayani sekadar ruangannya, melainkan juga para pasien harus mengikuti prosedur kami untuk menangani pasien tersebut," ujarnya.
Menurut dia, lebih ke depannya semua pihak harus mengetahui siapa pembawa virus tersebut maupun orang yang membawa virus tersebut tetapi tidak tampak sakit, serta harus lebih cermat dengan daerah atau negara mana saja yang menjadi pusat virus tersebut.
"Dalam hal ini seharusnya yang tanggap dari pihak dinas kesehatan, karantina, maupun intelijen, serta masyarakat juga harus diberikan informasi dan diperhatikan agar tidak terjangkit virus yang bisa menular tersebut," paparnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan masyarakat yang sedang berpergian ke luar negeri harus memahami bagaimana tentang informasi kesehatan di negara tersebut untuk menghidari terjangkitnya virus bioterorisme tersebut, seperti Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
"MERS merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh corona virus. Virus ini mirip dengan corona virus yang ada pada kelelawar. Dan penularan terjadi dari hewan (onta) secara ilmiah belum terbukti diyakini menular human to human melalui titik liur (droplet) yang dihirup oleh orang lain," jelasnya.
Ia mengimbau kepada masyarakat yang berpergian ke luar negeri, seperti sekarang ini yang akan mendekati musimnya jamaah haji untuk menjaga kesehatan dengan cara makan-makanan bergizi dan bila perlu juga mengonsumsi suplemen agar daya tahan tubuh bisa menjadi kuat.
"Tidak semua jamaah haji pulang dari sana langsung terjangkit virus MERS, saya menilai bahwa mereka terkena gejala MERS seperti flu dan batuk dikarenakan perubahan cuaca di Indonesia dengan di Arab," tandasnya.
Sementara itu, guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Chairul Anwar Nidom, mengaku curiga bioterorisme (teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit) sudah terjadi di Indonesia. Namun faktor, motif dan dampak masih perlu diteliti.
"Bioterorisme perlu diantisipasi, sebab Masyarakat Ekonomi ASEAN atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi, bioterorisme itu menggunakan bakteri, virus, dan kuman penyakit lain yang dampaknya tidak langsung tapi bisa berlangsung lama, yakni perekonomian jatuh," katanya.
Ia menuturkan, dampak bioterorisme bisa secara langsung dengan menyebabkan kematian dan kesakitan dalam jangka panjang, serta secara tidak langsung dengan transmisi antar manusia sebagai sarana transmisi, sedangkan untuk lingkungan bisa menimbulkan penyakit pada hewan atau ternak. (*)