Jakarta (Antara) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait praktik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dinilai tidak mencerminkan konsep jaminan sosial menurut syariat Islam.
MUI menilai pemberian denda administratif sebesar dua persen, bagi penerima polis yang terlambat membayar premi bulanan, mengandung riba.
Terkait akan hal itu, Wapres Kalla mengatakan pemberian denda tersebut wajar diberlakukan dalam kegiatan penyelenggaraan pemberian jaminan sosial.
"Kalau soal denda itu kan memang selalu ada di setiap peraturan kita, kalau anda telat bayar pajak kan juga dikenai denda," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, Wapres mengatakan, Pemerintah akan mengkaji kembali nominal denda tersebut bersama para ulama.
"Kita perlu mempelajari saja masalahnya dan bisa didiskusikan dengan para ulama. Tentu akan ada banyak perbedaan pendapat, kadang dalam Bank Syariah juga begitu, kalau telat ada sanksinya. Ya nanti kita perbaiki sanksinya, bukan denda, apalah itu istilah administrasinya," ujarnya.
Sebelumnya, MUI menilai ketentuan pemberian denda administratif sebesar dua persen per bulan, dari total iuran yang tertunggak maksimal tiga bulan, tidak sesuai dengan perspektif ekonomi Islam dan "fiqh muamalah".
"Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antarpara pihak, tidak sesuai prinsip syariah, karena mengandung unsur 'gharar', 'maisir', dan riba," demikian bunyi Ijtima Ulama ke lima Komisi Fatwa MUI se-Indonesia.(*)
Wapres Tanggapi Fatwa MUI soal BPJS Kesehatan
Rabu, 29 Juli 2015 17:31 WIB
Jakarta (Antara) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait praktik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dinilai tidak mencerminkan konsep jaminan sosial menurut syariat Islam.
MUI menilai pemberian denda administratif sebesar dua persen, bagi penerima polis yang terlambat membayar premi bulanan, mengandung riba.