ECOSOC: Penghancuran Lembaga Penegak Hukum Sistematis
Sabtu, 21 Februari 2015 0:53 WIB
Oleh Imam Budilaksono
Jakarta (Antara) - Institute of Economy, Social and Cultural Right menengarai adanya tiga agenda besar untuk mematikan peran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam agenda pemberantasan korupsi tingkat nasional.
"Ada tiga agenda besar mematikan KPK, pertama mengkriminalisasi para pimpinan lembaga tersebut," kata peneliti ECOSOC Sri Palupi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Agenda kedua menurut dia, setelah kriminalisasi maka dibuat Keputusan Presiden untuk mengangkap pelaksana tugas pimpinan KPK. Ketiga ujar Sri yaitu revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang menuju pembatasan kewenangan KPK.
"Revisi UU KPK sudah masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional untuk lima tahun mendatang," ujarnya.
Dia mengatakan agenda yang sebenarnya terjadi adalah upaya pelemahan KPK karena lembaga tersebut saat ini fokus pemberantasan korupsi di sektor penerimaan negara seperti Sumber Daya Alam.
Dia juga menilai langkah Presiden Jokowi menunjuk tiga Plt pimpinan KPK hanya menentramkan kondisi publik namun tidak menyelamatkan KPK sebagai lembaga hasil reformasi.
"Keberadaan KPK selama 12 tahun ini menunjukkan prestasi yang luar biasa karena setidaknya telah menyelamatkan uang negara senilai Rp250 triliun," katanya.
Peneliti Indonesian Institute for Developmeny and Democracy (Inded) Arif Susanto menilai penetapan dua Plt pimpinan KPK hanya membenarkan upaya kriminalisasi terhadap komisioner institusi tersebut yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Dia menilai penghentian upaya kriminalisasi lebih mendesak daripada penggantian komisioner yang masa jabatannya akan selesai pada Desember 2015.
"Penghentian kriminalisasi adalah bagian tidak terelakkan dari penyelesaian drama besar penghancuran lembaga-lembaga penegak hukum," ujarnya.
Arif mengatakan penghancuran lembaga-lembaga penegak hukum telah berlangsung secara sistematis dan berkelanjutan.
Dia menegaskan tanpa tindakan tegas untuk menghentikannya, upaya jahat itu akan menjadi siklus tetap dalam setiap periode kekuasaan. (*)