Disnakertransos: Tidak Ada TKI Bojonegoro Terlibat Hukum
Selasa, 13 Mei 2014 13:09 WIB
Bojonegoro (Antara Jatim) - Disnakertransos Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan tidak ada tenaga kerja Indonesia (TKI) daerahnya yang terlibat masalah hukum di negara tempatnya bekerja, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana selama 2013 dan 2014.
"Kami tidak menerima laporan ada TKI Bojonegoro yang terlibat dalam masalah hukum, apalagi terlibat kasus hukum menunggu pelaksanaan hukuman mati," kata Kasi Informasi Pasar, Bursa Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakertransos Bojonegoro Sugi Hartono, Selasa.
Namun, ia menyebutkan pada 2013 lalu ada satu kasus yang agak menonjol yaitu seorang TKI asal daerahnya yang bekerja sebagai pengemudi di Malaysia atas nama Sudarto (40), asal Desa Prayungan, Kecamatan Sumberrejo, meninggal dunia dalam kecelakaan kerja.
Ia yang bekerja sebagai pengemudi meninggal dunia akibat truk yang dikemudikan terguling di lokasi tempatnya bekerja, 29 Januari 2013.
"Kami membantu menguruskan asuransi kecelakaan kerja di tempatnya bekerja, yang saat ini hanya tinggal menunggu pencairannya. Kemungkinan besarnya uang asuransi sekitar Rp65 juta," jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan jumlah TKI di daerahnya yang berangkat ke luar negeri, di antaranya ke Malaysia, Hongkong, Taiwan, sejak Januari sampai April tahun ini sebanyak 101 TKI.
Jumlah itu, katanya, kemungkinan akan terus bertambah, sebab sejumlah Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) menginformasikan akan ada puluhan tenaga kerja asal daerah setempat yang diberangkatkan bekerja ke Korea.
Oleh karena itu, ia memperkirakan jumlah TKI tahun ini yang berangkat ke luar negeri, di antaranya, ke Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Korea, akan meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya 336 TKI.
"Informasi yang kami terima ada sekitar 90 TKI yang akan bekerja di sektor formal sebagai tenaga operator di sebuah perusahaan di Korea. Rencananya, mereka sekitar Agustus," tuturnya.
Menurut dia, pemberangkatan TKI ke luar negeri sebagai tenaga kerja formal tersebut sesuai dengan program Pemerintah yang mencanangkan 2017 tidak ada lagi TKI yang bekerja di sektor informal, seperti sebagai pembantu rumah.
"Pola bekerja sebagai pembantu rumah tangga nantinya akan lebih khusus," jelasnya.
Ia mengambarkan TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga nantinya dalam bekerja lebih fokus hanya bidang tertentu, misalnya, hanya memasak, merawat bayi, merawat orang tua, atau membersihkan rumah.
"Nantinya TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tidak bekerja 'serabutan', tetapi lebih fokus dalam bidang tertentu," katanya menandaskan. (*)