Hong Kong masih musim semi. Langit di negeri bekas koloni Inggris itu mendung. Matahari hanya sesekali menampakkan diri, tenggelam, dan muncul kembali. Begitu cuaca di negeri yang masyarakatnya banyak berbahasa "kantonis" ini terus berulang.
Meski demikian, Taman Victoria di Causeway Bay sejak pukul 06.00 waktu setempat sudah banyak dikunjungi warga. Mereka ada yang jogging, senam, dan duduk bercengkerama. Sebagian dari mereka adalah warga Hong Kong yang berusia lanjut. Mereka duduk dan berjalan berkelompok-kelompok sambil bersenda-gurau.
Sementara itu, di satu sudut taman telah berdiri tenda-tenda. Keberadaan tenda seperti itu, menurut penuturan warga setempat, tidak biasa. Tapi, saat itu memang tidak seperti biasanya, karena warga Indonesia di Hong Kong akan punya hajat, menggunakan hak suaranya, mengikuti coblosan di ruang publik.
Coblosan dalam rangka pemilihan umum yang maju dari jadwal semestinya tanggal 9 April 2014 itu, biasanya dilaksanakan di Kantor Konsul Jenderal RI di Hong Kong. "Ini baru pertama dalam sejarah Hong Kong kita melaksanakan coblosan di ruang publik," kata Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (KPPLN) Hong Kong, Arief Wahyudi.
Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Chalief Akbar dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa coblosan di Hong Kong berbarengan di Makau yang diikuti sekitar 102 ribu pemilih. Untuk memperlancar kegiatan pencoblosan pantia telah menyiapkan 13 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Hong Kong dan 2 TPS di Makau.
Taman Victoria yang luasnya tidak kurang dari lima hektare ditumbuhi berbagai tanaman yang rindang. Bagian-bagian yang ada dibelah oleh jalan taman. Taman Victoria yang berhadapan langsung dengan Park Lane Hotel di Causeway Bay Road, di bagian depan terdapat ruang terbuka berbentuk lingkaran.
Di sisi kanan dari lingkaran terdapat taman dengan pepohonan berderet. Sedikit di belakang taman tersebut tempat dijual barang seni maupun souvenir. Sedangkan di sisi kiri juga terdapat taman dengan tempat duduk berjejer di tepi jalan. Di seberang taman terdapat tanah lapang yang cukup luas.
Di taman inilah Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong biasa melepas penat sekaligus melepas rindu, setelah sepekan bekerja. Mereka bertemu, berkisah dan menumpahkan kepenatan dan kerinduan bersama-sama. Dengan demikian, Taman Victoria dan jalan di sekitarnya setiap akhir pekan selalu dipadati warga Indonesia.
"Ada atau tidak ada kegiatan coblosan Taman Victoria menjadi taman bagi warga Indonesia untuk bertemu," kata BMI dari Madura yang sudah 10 tahun terakhir di Hong Kong, Haniyah. Ungkapan Haniyah ini juga diamini BMI lainnya seperti Sri dari Malang, Siti Nurjanah dari Brebes dan Mia dari Karawang.
"Kalau akhir pekan, Taman Victoria ini seperti 'Kampung Jawa'," kata Siti Nurjanah. Sebab, sebagian besar buruh migran yang berkumpul di tempat itu dari Indonesia, khususnya Pulau Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Para buruh migram yang bercengkerama di Taman Victoria itu berasal dari berbagai daerah di Hong Kong, tidak hanya dari Causeway Bay, tapi juga dari daerah yang cukup jauh seperti Tung Chung, Wan Chai, dan ada pula dari Kowloon. Hong Kong berada dalam satu kepulauan. Luas Hong Kong 1.104 kilometer persegi dan berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa.
Dandanan mereka beraneka macam. Ada yang modis mengikuti model fesyen terkini, ada yang berhijab dan ada pula yang tetap menjaga penampilannya seperti ketika di Tanah Air. Bahkan, banyak di antara mereka menenteng tablet. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa asal masing-masing. Sehingga melalui dialeknya, asal mereka bisa dikenali.
Seperti Siti Nurjanah dari Brebes yang dialek Banyumasannya masih medok. Sedangkan Sri meninggalkan bunyi "ah" di akhir tutur katanya yang menunjukkan dialek khas Malang. "Iyo ah sampeyan dari Surabaya," ucapnya saat menanyai serombongan wisatawan yang mengajak bercakap-cakap.
Mereka sangat antusias menanyakan daerahnya. "Bagaimana Jalan Ahmad Yani Surabaya masih macet ?," katanya. Pertanyaan serupa juga keluar dari para buruh migran dari daerah lain. Mereka menanyakan mengenai perkembangan yang ada di daerah asal.
Sedangkan terkait pemilihan legislatif dan presiden, sebagian mereka juga terus mengikuti perkembangan melalui dunia maya. Dengan begitu, kerinduan mereka akan kampung halaman sedikit terobati.
Para buruh migran Indonesia di Hong Kong pada akhir pekan memang benar-benar memanfaatkan liburan mereka. Mereka mendapat jatah libur setiap pekan. Salah satu lokasi favorit tempat bertemu adalah di Taman Victoria. Taman ini mulai dipadati mulai pukul 09.00 dan biasanya berakhir pukul 17.00 waktu setempat.
Selain melepas penat dan rindu, sebagian mereka juga sengaja membawa berbagai jenis makanan yang dijajakan seperti nasi campur, nasi pecel, bakso dan lainnya. Karena itu, mereka juga membawa alas tikar atau plastik agar bisa berlama-lama di tempat ini.
Harga makanan yang ditawarkan kepada sesama buruh migran ini sangat miring. Jika di rumah makan di Hong Kong, harga seporsi nasi pecel 55 dolar Hong Kong atau sekitar Rp77 ribu (kurs Rp1.400), maka di Taman Victoria dijajakan 20 dolar Hong Kong atau sekitar Rp28 ribu.
Apabila anda berkunjung ke Hong Kong pada akhir pekan, silahkan sempatkan singgah ke Taman Victoria di Causeway Bay. Karena, di tempat itu bisa bertemu dengan saudara-saudara kita "pahlawan devisa" yang sedang melepas penat dan rindu. Siapa tahu kunjungan anda juga bagian dari pengobat rindu mereka. (*)
Taman Victoria Tempat Melepas Rindu BMI Hong Kong
Jumat, 4 April 2014 13:36 WIB
