Jurdil
Minggu, 16 Maret 2014 19:09 WIB
Jurdil, begitulah slogan yang selalu mengemuka saat menjelang pemilihan umum (pemilu). Jurdil adalah sebuah akronim yang terdiri dari kata "jujur" dan "adil". Dua kata ini memiliki makna sangat dalam jika dihayati dengan sebenar-benarnya.
Jujur, menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti lurus hati, tidak berbohong, berkata apa adanya, atau tidak curang, sedangkan adil bermakna sama berat, tidak berat sebelah, atau tidak memihak.
Dalam kaitan pemilu, jurdil harus menjadi rohnya. Jika tidak, maka pemilu yang konon merupakan pesta demokrasi akan keluar dari tatanan moral yang semestinya. Artinya, ketidakjujuran dan ketidakadilan akan membuat ketimpangan-ketimpangan dalam berbagai sendi kemasyarakatan dan kerakyatan.
Karena itu, seruan untuk melaksanakan pemilu yang jurdil harus terus digaungkan dan pengingkaran terhadap semangat jurdil akan mencederai demokrasi itu sendiri. Tumpuan bagi terlaksananya pemilu yang jurdil adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), meski ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga atau institusi pengawas independen terhadap jalannya pemilu.
Kendati KPU masih menjadwalkan pesta demokrasi untuk pemilihan legislatif pada 9 April 2014 dan pemilihan presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014, namun tahapan demi tahapan persiapan pelaksanaan pesta demokrasi itu telah berjalan.
Nah, saat ini tahapan yang dijalankan KPU masuk dalam tahap persiapan menjelang pelaksanaan pencoblosan atau "hari H", yakni pelaksanaan kampanye terbuka yang dimulai pada 16 Maret hingga 5 April 2014.
Dalam konteks kampanye, Jawa Timur merupakan provinsi yang menjadi "sasaran utama", mengingat potensi suaranya yang sangat besar. Karena itu, pimpinan utama parpol ingin turun langsung ke provinsi berpenduduk lebih dari 40 juta jiwa itu.
Tidak tanggung-tanggung, tokoh-tokoh penting negeri ini akan "menggarap" Jatim secara langsung, di antaranya Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto, Suryadharma Ali, Aburizal Bakrie, Jokowi, Mahfud MD, Wiranto, Hatta Radjasa, H Muhaimin Iskandar, Puan Maharani, Rhoma Irama, Hary Tanoesoedibjo, dan banyak lagi. Itulah bukti bahwa Jatim merupakan provinsi maha penting.
Namun, Pemilu 2014 bukanlah kegiatan sebatas prosedural dalam tahapan demi tahapan, termasuk dengan hadirnya tokoh-tokoh maha penting itu. Tapi, Pemilu hendaknya lebih menukik kepada masalah substansi dan berkualitas. Pemilu tidak sekadar menghasilkan pemerintahan yang "legitimate" tapi juga amanah, bersih dan tidak korup hingga tercipta pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Semoga, Pemilu sebagai bagian dari proses berdemokrasi akan benar-benar bisa berlangsung secara jurdil hingga dapat menjadi jembatan bagi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Amin... (*)