Terpidana Kasus Korupsi Bojonegoro Tempati Blok A
Sabtu, 17 Agustus 2013 11:47 WIB
Bojonegoro (Antara Jatim) - Terpidana kasus korupsi dana perjalanan dinas DPRD Bojonegoro Mochtar Setijohadi menempati Blok A-9 atau ruang masa pengenalan lingkungan (Mapeling), namun direncanakan yang bersangkutan dipindah ke Blok D-3 pekan depan.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bojonegoro Basyir Ramlan, Sabtu, mengatakan, terpidana kasus korupsi Mochtar Setijohadi menempati Blok A-9 sejak 14 Agustus lalu setelah batal ditempatkan di Lapas Porong Sidoarjo karena kapasitasnya penuh.
"Kita akan memindahkan dia (Mochtar Setijohadi) ke Blok D-3 pekan depan," jelasnya usai upacara HUT Kemerdekaan RI ke-38 di lapas setempat.
Menurut Kasi Bimbingan Napi dan Anak Didik Lapas Koesdwiantono, dalam ruangan Blok A-9 Mochtar Setijohadi tidak sendirian, tapi bersama dengan sejumlah napi lainnya.
"Mochtar Setijohadi di Blok A-9 bersama napi lainnya. Jumlahnya banyak," ujarnya.
Menjawab pertanyaan, Basyir mengatakan belum tahu kemungkinan Mochtar Setijohadi yang juga mantan Wakil Ketua DPRD di daerah setempat itu dipindahkan ke lapas lain di Jatim atau ke Lapas Sukamiskin, Jabar.
Alasannya, lanjut dia, pemidahan seorang narapidana dari lapas ke lapas lainnya dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) kewenangannya ada pada di Dirjen Pemasyaratan.
"Kewenangan memindahkan Mochtar Setijohadi ke lapas lain, misalnya ke Lapas Sukamiskin berdasarkan keputusan Dirjen Pemasyarakatan," katanya, menegaskan.
Sebelum itu, Kepala Kejaksanaan Negeri Bojonegoro Tugas Utoto menjelaskan Mochtar Setijohadi akan dikirim ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
"Dia sudah memenuhi persyaratan untuk dikirim ke Lapas Sukamiskin kalau melihat masa hukumannya enam tahun penjara," tandasnya.
Sesuai keputusan MA No. 1481/K/pid.sus/2012 terpidana Mochtar Setijohadi, mendapatkan hukuman
enam tahun penjara ditambah denda sebesar Rp200 juta atau dua bulan kurungan. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp687.900.000 atau enam bulan kurungan.
Mochtar Setijohadi sempat masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO), karena ia tiga kali tidak memenuhi panggilan Kejari setempat dalam pelaksanaan eksekusi kasus korupsi dana perjalanan Dinas DPRD 2006/2007 sebesar Rp13,245 miliar pada Mei lalu. (*)