Akbar Abbas Akhirnya "Habis" Karena Korupsi
Rabu, 14 Agustus 2013 11:12 WIB
Oleh Destyan Sujarwoko
Trenggalek (Antara Jatim) – Karier Sanimin Akbar Abbas, Ketua DPRD Trenggalek periode 2009-2014 yang disebut-sebut memiliki ambisi besar menjadi orang nomor satu di Kabupaten Trenggalek, Jatim ini akhirnya benar-benar habis alias tamat.
Politisi PDIP yang berlatar belakang seorang sales rokok keliling itu, hampir bisa dipastikan bakal "lengser keprabon" seiring vonis hukuman penjara selama dua tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (30/7).
Tidak banyak yang menyangka bahwa karier Akbar Abbas bakal berakhir lebih cepat. Mantan aktivis GMNI yang memulai karier politik dari tingkat ranting PDIP di wilayah Gandusari ini sebenarnya memiliki prospek yang cerah setelah ia ”sukses” masuk ke zona inti di lingkaran DPC PDIP Trenggalek dan kemudian mendongkel kepemimpinan Harjiyo, ketua DPC PDIP sebelumnya pada periode 2007-2008.
Bak anak panah, sejak menjadi orang nomor satu di partai berlambang kepala banteng moncong putih ini, karier politik Abbas semakin melesat setelah sukses meraup suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2009. Abbas yang sebelumnya telah menjadi anggota dewan dari partai yang sama kemudian naik tahta menjadi menjadi Ketua DPRD Trenggalek untuk periode 2009-2014.
Kekuasaan Abbas seakan mencapai puncaknya setelah pria yang juga dikenal memiliki latar belakang sebagai sales rokok keliling di wilayah Gandusari, Pogalan dan Durenan ini berhasil menghantarkan Mulyadi Wiryono kembali naik tahta sebagai Bupati Trenggalek pada tahun 2010, sekaligus membuat kontrak politik untuk terus berjuang di jalur PDIP.
Sejak itu, Akbar Abbas seolah menjelma menjadi ”dewa” di daerahnya. Meski tidak memiliki kekuasaan langsung dalam hal kebijakan anggaran, Abbas disebut-sebut memiliki pengaruh yang sangat besar dan tidak berbatas dalam mengontrol setiap kebijakan daerah, baik di level bupati maupun SKPD (satuan kerja perangkat daerah).
Sinyalemen ataupun isu ini tentu masih menjadi perdebatan karena belum pernah ada fakta tertulis yang benar-benar kentara mengenai hal itu. Namun, setidaknya berbagai masukan isu dan bocoran informasi yang beredar di kalangan tertentu inilah yang kemudian ditangkap oleh tim Kejaksaan Negeri Trenggalek untuk kemudian ditelusuri dan dikembangkan menjadi atensi perkara yang wajib ditelusuri delik pelanggaran hukumnya.
Pemotongan Dana Kunker DPRD
Satu dari sekian kasus dugaan korupsi yang menjadi atensi perkara tim Kejari Trenggalek adalah kasus pemotongan dana perjalanan dinas atau kunjungan kerja 43 anggota DPRD setempat sebesar tiga (3) persen. Kasus ini menjadi prioritas pertama yang menjadi bahan penyelidikan untuk membidik Akbar Abbas, setelah tim kejaksaan menemukan lebih dari satu bukti petunjuk awal sehingga dianggap layak untuk ditindaklanjuti.
Kabarnya, pengungkapan kasus pemotongan dana kunker yang mirip pungli (pungutan liar) menjadi semakin mudah karena adanya peran kelompok barisan sakit hati yang secara politik berseberangan dengan Akbar Abbas. Terutama dalam hal menyuplai informasi maupun bahan/barang bukti pelanggaran pidana yang dilakukan Abbas selaku ketua DPRD dalam kasus tersebut.
Walhasil, pada akhir pertengahan tahun 2012 politisi PDIP ini resmi ditetapkan sebagai tersangka. Meningkatnya status Abbas yang selama ini memiliki peran besar dalam penguatan basis suara PDIP di Trenggalek membuat kubu partai pimpinan Megawati Sukarno Putri bertindak cepat dengan mempersiapkan pendampingan hukum. Pada 24 November 2012, Ketua DPD PDIP Jatim, Sirmaji memastikan partainya menunjuk tim advokasi khusus untuk mendampingi Saniman Akbar Abbas.
"Hukum kita menganut azas praduga tidak bersalah, maka dari itu kami sebagai warga negara dan juga sebagai tokoh partai mengambil langkah untuk menyiapkan pembela (pengacara), mekanismenya memang seperti itu," tegasnya saat itu kala berkunjung di Trenggalek.
Sirmaji mengatakan langkah advokasi tersebut dilakukan agar proses hukum yang berjalan sesuai dengan ketentuan dan tidak menyimpang dari pokok perkara.
Namun, Sirmaji waktu itu masih enggan memberikan komentar tentang dugaan adanya upaya politisasi terhadap kasus yang menimpa Ketua DPC PDI Perjuangan Trengggalek tersebut.
Bukan Saniman Akbar Abbas namanya jika tidak bisa sesumbar. Pameo itu menjadi gambaran nyata sifat terlalu berani Abbas saat memberikan pernyataan sikap atas pemeriksaan dirinya oleh tim kejaksaan negeri Trenggalek. Omongannya yang terkesan jumawa dengan mengatakan siap digantung jika terbukti melakukan korupsi, secara tidak langsung telah melecut pihak korps adyaksa untuk mempercepat proses pemberkasan perkaranya.
"Sudahlah, kalau saya korupsi (saya) siap digantung," ucapnya dengan nada lantang. Pernyataan itu disampaikan Abbas menanggapi pemeriksaan selama enam jam lebih di kantor kejaksaan negeri setempat, Kamis (27/12/12) dengan status barunya sebagai tersangka.
Tokoh sentral DPC PDIP Kabupaten Trenggalek ini berulangkali hanya menegaskan bahwa kebijakan pemotongan gaji dan dana perjalanan dinas anggota dewan tersebut bukanlah kebijakan Akbar Abbas (dirinya), dalam kapasitas ketua DPRD.
Sebaliknya, Abbas berdalih bahwa kebijakan pemotongan yang dilakukannya merupakan keputusan bersama yang telah disepakati seluruh anggota dewan. Abbas sepertinya lupa bahwa ada dua koleganya di DPRD (Sugino dan Puguh) yang menolak menandatangani surat pernyataan tersebut.
"Saya tidak menikmati sama sekali uang hasil pemotongan itu, bahkan pegang saja tidak. Pemotongan itu dilakukan melalui kesekretariatan dan telah dipertanggungjawabkan ke DPRD," kilahnya. Dengan nada percaya diri, Abbas justru mengaku dirinya merupakan satu-satunya anggota DPRD yang memberikan nominal pemotongan paling besar dibanding anggota dewan lain.
Dari total uang hasil pemotongan yang dipermasalahkan pihak kejaksaan sebesar Rp260 juta lebih, lanjut dia, Abbas mengaku menyumbang paling besar, yakni Sekitar Rp34 juta. "Uang saya bahkan terpakai untuk menalangi dana taktis DPRD hingga Rp60 juta lebih, dan sampai sekarang belum dikembalikan," ungkap Abbas mengilustrasikan bagaimana dia lebih banyak berkorban untuk memenuhi kebutuhan operasional DPRD ketimbang menikmati uang hasil "pungli".
"Uang (hasil pemotongan) itu digunakan untuk anggota dewan yang sakit, anggota yang naik haji juga kita bantu, untuk kegiatan agustusan, peringatan hari jadi Kabupaten Trenggalek, dan aneka kegiatan sosial lainnya," imbuh dia menguraikan maksud dan tujuan pemotongan gaji dewan selama ini.
Menanggapi tantangan Abbas itu, Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek, Adianto saat itu hanya tersenyum tipis. Ia degan nada santai mempersilahkan klaim pembelaan diri yang disampaikan Akbar Abbas.
"Biarkan saja, itu hak tersangka dan setiap orang untuk membela diri. Kejaksaan tetap akan memroses karena bukti petunjuk kami untuk menetapkan dia sebagai tersangka sudah cukup," tandas Kajari.
Beberapa bulan setelah itu, Akbar Abbas yang telah berulangkali berusaha mengelak dari pemeriksaan jaksa akhirnya ditangkap paksa. Tim kejaksaan melakukannya setelah terlebih dahulu "menjebak" Ketua DPC PDIP tersebut saat menghadiri acara internal partainya di Surabaya, Senin (11/3/12) malam.
Berdalih melakukan pertemuan informal untuk membicarakan kasus yang tengah membelitnya, Abbas bersedia menemui petugas kejaksaan negeri Trenggalek di Hotel Sinar Jaya, kompleks Bandara Djuanda, Surabaya. Namun, bukannya mendapat angin segar, Abbas justru ditangkap tim kejaksaan yang telah siaga di sekitar lokasi pertemuan.
"Tersangka kami titipkan di Lapas Medaeng untuk memudahkan proses penyidikan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek Adianto, beberapa saat setelah penangkapan.
Bagaimanapun, peristiwa penangkapan itu tak pelak membuat masyarakat Trenggalek gempar. Kasak-kusuk dengan cepat berkembang dari wilayah perkotaan hingga pelosok-pelosok desa, terutama di sekutar kampung kediaman Akbar Abbas di Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari. Namun, meski dialektika politik internal PDIP ikut bergejolak, sejumlah politisi partai ini memilih berhati-hati dalam memberikan tanggapan ke publik, terutama media massa.
"Kami tidak akan gegabah dalam mengambil sikap terkait kasus yang menimpa pimpinan kami (Akbar Abbas). Seluruh persoalan yang terkait internal partai akan diselesaikan sesuai dengan AD/ART partai yang berlaku," kata Wakil Ketua Bidang Organisasi DPC PDIP Trenggalek Guswanto, Rabu (13/3/12). Ia memastikan kasus yang menimpa ketua umum mereka tidak memiliki sangkut-paut dengan PDIP, namun murni urusan pribadi Akbar Abbas dalam kapasitasnya sebagai pimpinan DPRD Trenggalek.
Tapi Abbas rupanya tidak mau menyerah begitu saja. Mengetahui gejala pembelotan sejumlah kader pendukungnya di DPC PDIP, ia mencoba menggunakan kartu truf lain dengan meminta Bupati Mulyadi "pasang badan" untuk penangguhan panahanannya.
Namun, upaya itupun pada akhirnya tidak banyak membuahkan hasil, karena dibantah sendiri oleh Bupati Mulyadi maupun wakilnya dengan alasan belum pernah mendapat permintaan/permohonan resmi dari Akbar Abbas.
Pihak Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya rupanya juga tidak berkenan mengabulkan pengajuan penangguhan penahanan Ketua DPRD Trenggalek, Saniman Akbar Abas. Hanya, majelis hakim pada sidang selanjutnya mentoleransi permohonan Abbas untuk menjalani masa penahanan selama proses persidangan di Rumah Tahanan (Rutan) Trenggalek. Pada pertengahan Mei 2013, Abbas dibantarkan dari Lapas Kelas Medaeng ke Rutan Trenggalek.
Vonis Pengadilan Tipikor
Setelah menjalani serangkaian persidangan, Pengadilan Tipikor Surabaya akhirnya menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Ketua DPRD Trenggalek, Sanimin Akbar Abbas. Dalam amar putusannya, terpidana dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pemotongan uang saku 43 anggota Dewan selama 2010-2012.
Sidang putusan yang berlangsung terbuka di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (30/7/13), Pengadilan Tipikor juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan kepada tokoh sentral PDIP Trenggalek tersebut. "Abbas dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 12 huruf e Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," terang Kasi Intel Kejaksaan Negeri Trenggalek, Indi Premadasa.
Namun, putusan tersebut masih jauh dari tuntutan yang diajukan JPU (jaksa penuntut umum), yakni hukuman enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menggunakan pasal 12 huruf e Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai dasar/landasan untuk menjerat Akbar Abbas.
Atas vonis dua tahun penjara dan denda Rp200 juta yang dijatuhkan kepadanya, Akbar Abbas yang terus didampingi kuasa hukumnya, Andi Firasandi menyatakan banding, demikian pula pihak jaksa penuntut umum.
Kepala Kejari Trenggalek Adianto dalam pernyataannya sesaat setelah mendapat laporan hasil persidangan bahkan mengaku terkejut dan kecewa terhadap "vonis ringan" yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya kepada Ketua DPRD Trenggalek, Sanimin Akbar Abbas.
Menurutnya, vonis dua tahun penjara serta denda Rp200 juta dalam kasus dugaan korupsi pemotongan uang saku perjalanan dinas anggota dewan tersebut jauh dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
"Kalau JPU menuntut enam tahun penjara, sedangkan majelis hakim memvonis dua tahun artinya putusan ini masih sepertiga dari tuntutan, sedangkan kasus korupsi itu minimal dua pertiga dari tuntutan," ucapnya.
Dengan upaya banding/kasasi yang dilakukan kedua belah pihak, otomatis vonis hukuman Akbar Abbas belum bisa dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Abbas masih dimungkinkan mendapatkan kembali kebebasannya jika memang bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, tapi tidak menutup kemungkinan pula hukumannya lebih berat seperti telah dicicipi oleh pendahulunya, mantan Kepala BUMD Trenggalek Gathot Purwanto yang harus menjalani masa hukuman lebih berat/lama melalui vonis kasasi Mahkamah Agung, yakni selama enam tahun penjara dari sebelumnya hanya dikenai vonis sekitar empat tahunan penjara.
Pemotongan dana kunker DPRD Trenggalek berlangsung sejak 2010 hingga pertengahan 2012, sehingga menyebabkan kerugian Rp243 juta.
Fasilitas "Dilucuti"
Terlepas proses hukum yang masih berjalan, saat ini satu persatu fasilitas Sanimin Akbar Abbas sebagai Ketua DPRD Trenggalek mulai "dilucuti". Dua fasilitas yang telah dikembalikan Akbar Abbas sesuai permintaan pihak Kesekretariatan DPRD antara lain adalah rumah dinas dan mobil operasional Ketua DPRD jenis Nissan Terrano.
"Pengembaliannya sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu, hal ini merupakan konsekuensi setelah yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai ketua dewan," kata Sekretaris DPRD Trenggalek, Abu Mansyur.
Pantauan Koresponden Antara, mobil jenis SUV warna hitam dengan nomor polisi AG-2-YP itu kini diparkir di area parkir DPRD Trenggalek, berjajar dengan sejumlah kendaraan dinas pimpinan dewan yang lain.
Dijelaskan Abu, dua fasilitas ketua dewan itu rencananya bakal diberikan kepada pengganti sementara (plt) Abbas yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Selain mobil dan rumah, mantan Ketua DPC PDIP Trenggalek tersebut kini juga tidak bisa menikmati tunjangan-tunjangan lain secara utuh seperti layaknya pimpinan DPRD.
"Yang masih diterima adalah tunjangan representasi dan tunjangan keluarga, besarannya sekitar Rp2,5 juta. Untuk yang lain tidak ada," terang Abu.
Disinggung mengenai pengganti sementara Ketua DPRD Trenggalek, Abu mengaku masih dijabat oleh unsur pimpinan yang lain, Samsul Anam. Hal ini terjadi karena partai pengusung Akbar Abbas sejauh ini belum mengusulkan calon pengganti sementara. "Sesuai dengan PP 16 Tahun 2010, selama partai pengusung belum mengusulkan penggantinya, maka untuk sementara dipegang oleh Pak Samsul," imbuhnya.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Trenggalek ini menjelaskan, sebelumnya pihak sekretariat dewan telah mengirimkan surat ke DPC PDI Perjuangan untuk mengusulkan calon pengganti ketua dewan, sejak April lalu. "Tapi sampai sekarang belum ada usulan yang masuk. Sesuai dengan ketentuan, pengganti ketua dewan nantinya harus anggota dewan aktif dari PDIP, karena Pak Abbas dari partai tersebut," tutur Abu Mansur.
Sedangkan untuk proses penggantian antarwaktu belum bisa dilakukan karena kasus yang membelit Akbar Abbas belum berkekuatan hukum tetap. Dikatakan, Abbas saat ini masih diberhentian sementara, hingga proses hukum dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.(*)