"FKMP" Desak Kejari Usut Penyimpangan Bantuan Sapi
Selasa, 22 Januari 2013 15:47 WIB
Pamekasan - Sekelompok aktivis LSM dan mahasiswa yang mengatas namakan diri Forum Komunikasi dan Monitoring Pamekasan (FKMP), Selasa, berunjuk rasa ke kantor Kejari setempat, mendesak institusi penegak hukum itu mengusut dugaan penyimpangan bantuan sapi.
Para aktivis ini datang ke kantor Kejari di Jalan Raya Panglegur, Pamekasan dengan membawa berbagai poster dan spanduk yang berisi kritikan atas kinerja Kejari.
FKMP menilai, kasus dugaan penyimpangan bantuan sapi oleh pihak Kejari terkesan lambat, karena sampai saat ini masih belum tuntas, padahal kasus itu telah diselidiki sejak awal tahun 2012.
"Kami menilai Kejari Pamekasan terkesan tidak serius dalam mengusut kasus ini. Makanya kami datang secara langsung guna mendesak pimpinan Kejari, agar segera menuntaskan kasus ini," teriak Hanafi dalam orasinya.
Aktivis LSM dan mahasiswa menengarai telah terjadi penyimpangan, karena bantuan sapi yang disalurkan Dinas Peternakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Sapi yang diberikan kepada kelompok tani kurus dan berpenyakitan. Padahal sesuai ketentuan, berat badan sapi yang semestinya diberikan kepada warga 150 kilogram dengan tinggi 115 cm.
Namun yang dialokasikan kepada warga, tinggi sapi hanya dalam kisaran antara 100 cm hingga 110 cm dengan berat badan maksimal 100 kilogram.
Yang paling parah, rata-rata jenis sapi yang diberikan kepada para petani itu berpenyakitan, seperti penyakit parang.
Bantuan sapi kepada para petani yang disalurkan Dinas Peternakan Pemkab Pamekasan ini bersumber dari dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) 2010 dengan jumlah anggaran Rp1 miliar.
"Inilah yang mendasari kami melakukan gerakan unjuk rasa ke kantor Kejari, karena yang dirugikan adalah petani," kata Sahur menjelaskan.
Anggaran untuk bantuan sapi kepada para petani di Pamekasan itu sebenarnya merupakan program 2010, namun baru terlaksana pada 2011 karena terkendala teknis.
Dari dana sebesar Rp1 miliar itu, Rp800 juta di antaranya untuk pengadaan sapi, sedangkan Rp200 juta sisanya untuk biaya operasional dan perawatan.
Setiap satu ekor sapi dianggarkan Rp5 juta, karena jumlah sapi yang disalurkan kepada petani sebanyak 160 ekor. Namun fakta yang terjadi di lapangan, harga sapi yang diberikan oleh Dinas Peternakan itu hanya berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp1,9 juta per ekor.
Jika harga sapi berpenyakitan dan tidak sesuai spesifikasi itu dirata-rata Rp2.000.000 per ekor, maka uang negara yang dikorupsi pada pengadaan bantuan sapi di Dinas Peternakan itu sekitar Rp3 juta per ekor.
"Nah, kenapa Kejari terkesan kurang apresiatif dengan kasus ini. Padahal kerugian negara sudah jelas," kata Hanafi.
Sehingga uang negara yang digunakan untuk bantuan sapi yang diketahui berpenyakitan itu hanya sekitar Rp320 juta dari total Rp800 juta yang dialokasikan dalam APBD.
Ada beberapa tuntutan yang disampaikan pengunjuk rasa saat aksi di kantor Kejari Pamekasan.
Pertama, meminta institusi itu segera menjelaskan, dan memaparkan hasil penyidikan yang telah dilakukan selama ini, karena menurut FKMP saat ini masyarakat bertanya-tanya tindak lanjut penyidikan dugaan kasus korupsi itu.
"Kedua, berikan kepastian hukum yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap hasil pengusutan bantuan sapi ini, jangan biarkan masyarakat bertanya-tanya," katanya.
Tuntutan ketiga, "FKMP" meminta agar Kejari segera menyeret para pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan penyimpangan bantuan sapi itu hingga ke akar-akarnya.
"Tuntutan keempat, kami meminta Kejari jangan hanya mampu menampung persoalan hukum, tapai masalah yang dilaporkan justru tidak kunjung selesai," kata Hanafi.
Tuntutan kelima, para pengunjuk rasa ini meminta, agar institusi Kejari tetap bersikap independen dan tidak mau diintervensi oleh siapapun, termasuk oknum pejabat di lingkungan pemkab Pamekasan yang diduga terlibat dalam kasus penyimpangan bantuan sapi yang merugikan uang negara hingga ratusan juta rupiah itu.
"Kami juga meminta agar kejari lebih proaktif dalam mengusut kasus ini, sehingga segera selesai," kata Hanafi.
Selain berorasi memprotes lambatnya pengusutan dugaan penyimpangan bantuan sapi itu, para pengunjuk rasa gabungan dari aktivis LSM dan mahasiswa ini juga sempat menggelar aksi jalan mundur, sebagai bentuk protes atas mundurnya proses penyidikan di Pamekasan.
Sementara Kepala Kejari Pamekasan Agus Irianto menyatakan, pihaknya telah optimal melakukan penyidikan. Lambatnya penyidikan itu, karena tenaga penyidik di Kejari Pamekasan terbatas.
Bahkan, sambung Kejari, pihaknya telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus bantuan sapi tersebut. Namun, Agus belum bersedia menjelaskan nama-nama tersangka dimaksud.
"Jadi, tersangka sudah ada dalam kasus ini. Makanya tidak benar, jika kami diklaim bahwa kami tidak bekerja optimal," katanya menjelaskan.
Kasus dugaan penyimpangan bantuan sapi ini terungkap pada awal 2012, setelah kelompok tani penerima bantuan memprotes kondisi sapi yang diserahkan kepada mereka. Sebab selain kurus, sapi juga terserang penyakit parang. (*)