Oleh Abdul Hakim Surabaya - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 ternyata ditanggapi beragam di daerah-daerah. Bahkan pro-kontra RSBI di kalangan masyarakat menjadi pemberitaan hangat di media massa dalam sepekan terakhir ini. Tidak jarang dari unsur pemerintahan daerah mempertanyakan adanya keputusan MK ini yang menghapus pasal 50 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjadi dasar pembentukan RSBI. Salah satunya adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ia sempat menyatakan tetap mempertahan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) meski sudah ada keputusan MK. "Salah satu ikon Surabaya kan RSBI itu. Jadi, Surabaya tidak akan membubarkan program RSBI yang sudah ada," kata Tri Rismaharini usai menghadiri rapat paripurna DPRD Surabaya beberapa waktu lalu Menurut dia, saat ini, jenjang pendidikan sekolah negeri di Surabaya yang belum menerapkan RSBI hanya sekolah dasar (SD), sedangkan sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), serta sekolah menengah kejuruan (SMK) sudah lama diterapkan. "Mata pembelajaran yang diajarkan di RSBI itu kan lebih bervariasi dibandingkan sekolah yang bukan RSBI. Maka, sangat disayangkan jika harus dibubarkan," ujarnya. Risma mengungkapkan, selain metode pengajaran yang menggunakan bahasa Inggris, dalam pola pendidikan rintisan sekolah bertaraf internasional para murid juga diperkenalkan dengan banyak hal, salah satunya tentang lingkungan dan cara berlalu lintas yang baik. "Harapannya para siswa memiliki bekal pengetahuan yang baik ketika berada di luar sekolah ataupun study ke luar negeri," katanya. Apalagi, tambah Risma, seluruh pembiayaan sekolah RSBI di Kota Surabaya tidak pernah dibebankan kepada wali murid, tetapi sepenuhnya telah dibiayai dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya. Risma sendiri membantah pemberitaan di media massa yang menyebutkan dirinya menolak RSBI. Ia menegaskan, maksud pernyataannya tersebut adalah Pemkot Surabaya tetap akan menjalankan konsep RSBI, bukan menolak. Menurut wali kota Risma, sekolah dengan standar internasional tidak hanya mencakup kurikulumnya seperti bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya. Namun, yang lebih penting adalah, bagaimana menanamkan pola pikir dan perilaku dengan standar internasional. "Jadi, jika para siswa dikirim ke luar Negeri atau berinteraksi dengan orang dari luar Negeri, mereka tidak lagi kesulitan karena standar internasional sudah diterapkan sehari-hari di lingkup sekolah," tegasnya. Wali Kota menyatakan, RSBI sebenarnya hampir sama dengan sekolah lainnya. Bedanya hanya porsi bahasa Inggrisnya, meskipun tidak terlalu jauh. Untuk itu, Pemkot berencana menerapkan pola standar internasional tersebut di seluruh sekolah di Surabaya. "Kita ingin sekolah-sekolah ini kita up grade seperti itu," kata Risma. Sementara pernyataan berbeda justru dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya, M. Ikhsan. Menurut dia, dirinya tidak bisa gegabah dalam menyikapi keputusan yang telah dikeluarkan Mahkamah Konstitusi itu. "Kami masih menunggu dulu apa keputusan berikutnya dari pemerintah pusat," katanya. Ketika disinggung apakah proses belajar mengajar di RSBI terganggu dengan keputusan MK tersebut, dia membantahnya. "Saat ini, proses belajar mengajar tetap berjalan dan label RSBI di sekolah Negeri tetap ada," katanya. Ikhsan mengatakan bahwa jumlah sekolah RSBI yang sudah berjalan 10 tahun di Surabaya mencapai 17 RSBI meliputi RSBI tingkat SMP meliputi SMP Negeri 1, SMP Negeri 6, dan SMP Negeri 26. RSBI setingkat SMA meliputi SMA Negeri 5, SMA Negeri 2, SMA Negeri 15, SMA Negeri 1, SMA Negeri 21, SMA Negeri 13, SMA Negeri 19, dan SMA Negeri 20. RSBI tingkat SMK meliputi SMKN 1, SMKN 5, SMKN 6, SMKN 8, SMKN 10, dan SMKN 11. Judical Review Ketua DPRD Kota Surabaya Wishnu Wardhana berencana mengajukan judicial review atau peninjauan kembali terkait keputusan MK yang menghapus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). "Penghapusan RSBI tidak bisa disamaratakan di tiap-tiap daerah," katanya. Menurut dia, implementasi RSBI di setiap daerah berbeda. Ia mencontohkan RSBI di Surabaya yang menggratiskan biaya karena ditanggung APBD dan tidak ada diskriminasi antara yang miskin dan kaya. Bahkan, lanjut dia, ada kuota lima persen bagi siswa tidak mampu. Sedangkan keputusan MK, menurut politisi Partai Demokrat ini, merupakan pertimbangan sekolah di kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang mematok tarif tinggi untuk sekolah RSBI. Oleh karena itu pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Komisi D DPRD Surabaya terkait rencana pengajuan juducial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono mengatakan RSBI di Surabaya selama ini cukup efektif karena tidak pernah ada laporan pungutan liar. ''Keputusan MK tidak obyektif, harusnya ada survei dari daerah-daerah berkembang seperti Surabaya sebelum memutuskan,'' katanya. Menurut Baktiono alasan MK membubarkan RSBI karena kesenjangan sosial dan ajang mencari untung pihak sekolah terlalu digeneralisasi. Ia menilai kasus tersebut tidak terjadi di Surabaya. "Keputusan itu perlu ditinjau ulang keobyektifannya. Termasuk melihat keberhasilan RSBI yang ada di beberapa daerah termasuk di Surabaya. Kalau di Surabaya tidak ada kasus pemungutan biaya seperti itu dan pelaksanaannya pun sesuai undang-undang," katanya. Meski demikian, Komisi D bisa menerima keputusan MK tersebut. "Perlu saya tegaskan keputusan yang dikeluarkan MK ini sudah final dan tidak bisa ditentang," katanya. Menurutnya, sebagai daerah yang melakukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi, seharusnya DKI Jakarta, memberikan contoh tentang pelaksanaan RSBI yang murah dan baik bagi daerah lain yang ada di Indonesia. Padahal, jika dibandingkan dengan Surabaya, biaya RSBI di Jakarta jauh lebih mahal. "Faktanya biaya RSBI di Jakarta empat kali lipat lebih mahal dari biaya sekolah reguler. Ini berbeda dengan Surabaya," ujarnya. Baktiono menjelaskan biaya sekolah rintisan bertaraf internasional di Surabaya tidak berbeda dengan sekolah Negeri pada umumnya. Bahkan bagi siswa RSBI yang berasal dari keluarga kurang mampu mendapat subsidi 5 persen baik untuk seragam maupun keperluan sekolah lainya. "RSBI dengan sekolah Negeri reguler itu sama di Surabaya. Bedanya, jika reguler proses masuknya melalui online, maka untuk masuk RSBI melalui jalus tes dengan standar nilai minimal yang telah ditentukan," jelasnya. Oleh karena itu, ia membantah RSBI hanya dijadikan ladang komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. "Seandainya RSBI di Surabaya mahal pun tidak masalah, sebab semua anggaranya mendapat subsidi dari APBD Surabaya," ujar politisi PDIP ini. Apalagi, tambah Baktiono, sesuai dengan perda No 16 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pendidikan, RSBI di Surabaya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan daerah lain. Jika di daerah lain menggunakan metode bahasa asing dalam peyampaian materi pelajaran, maka di Surabaya tetap memakai bahasa Indonesia. "Harusnya sebelum mengambil keputusan MK melihat dulu praktik RSBI di daerah lain. Sebab tiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dan tidak semua sama dengan yang ada di DKI Jakarta. Biar tidak merugikan daerah lain," katanya. Sementara saat disinggung soal rencana Ketua DPRD Surabaya, Wishnu Wardhana yang akan melakukan gugatan atau mengajukan peninjauan kembali atas keputusan MK, Baktiono menilai itu sebagai hak pribadi Ketua DPRD. "Komisi D tidak ikut-ikut soal rencana itu, mau gugat sendiri atau mengajak pihak lain itu terserah Ketua. Tapi saya berharap baik DPRD, pemerintah kota maupun warga Surabaya mematuhi keputusan dari MK itu," katanya. (*)
Berita Terkait

Melihat dari dekat Masjid Quba sebagai warisan kegotongroyongan muslim di Madinah
21 Juni 2025 08:00

Transformasi gaya komunikasi Gen Z dan tantangan bagi media di Indonesia
20 Juni 2025 15:05

Belajar komunikasi sehat dari perdebatan ijazah Jokowi
20 Juni 2025 13:55

Efek ganda cofiring biomassa
18 Juni 2025 14:10

Cofiring Biomassa: Membawa terang dari yang terabaikan
18 Juni 2025 11:44

Motif berbahaya Israel dalam konflik dengan Iran
18 Juni 2025 07:38

Mengapa harus belajar AI sekarang?
17 Juni 2025 14:03

Upaya Indonesia jadi juru damai dunia melalui "Indo Defence" 2025
16 Juni 2025 16:16