Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto semakin menegaskan dirinya sebagai sosok yang bukan hanya hadir di panggung internasional, tetapi juga mampu memikat perhatian dunia. Setelah tampil di Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York pada September 2025 dan Konferensi Tingkat Tinggi Internasional untuk Palestina di Paris (Mei 2024), gaya komunikasinya mulai mendapat tempat di hati masyarakat internasional.
Prabowo menunjukkan bahwa ia sangat serius memperkuat hubungan diplomatik Indonesia di pergaulan internasional.
Momentum terbaru terjadi pada kunjungan kenegaraan ke Pakistan, 8–9 Desember 2025. Bukan sekadar seremoni diplomatik, kehadiran Prabowo di Islamabad menjadi bukti nyata bahwa Indonesia kini punya pemimpin yang lihai memainkan seni komunikasi global: tajam, hangat, dan penuh makna.
Chief communicator
Dalam disiplin ilmu komunikasi internasional, ada satu prinsip mendasar, bahwa seorang kepala negara adalah chief communicator bagi bangsanya. Ia bukan hanya menyampaikan pesan, melainkan membangun realitas bersama (shared reality) dengan mitra dunianya. Prabowo tampak memahami hal ini dengan sangat mendalam.
Pertama, ia memilih Pakistan sebagai salah satu kunjungan kenegaraannya, bukan karena tanpa alasan. Secara kalkulasi geopolitik, Pakistan adalah negara Muslim terbesar kedua di dunia, memiliki senjata nuklir, duduk di persimpangan Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah, serta menjadi penyeimbang penting terhadap India.
Di saat banyak negara Barat masih ragu-ragu menyapa Islamabad karena narasi yang menjadi stigma tidak menguntungkan, yakni “terorisme”, Prabowo justru datang dengan sikap setara, saling menghormati, dan tanpa syarat moralistik. Itu adalah komunikasi non-verbal yang sangat kuat. Indonesia tidak ikut-ikutan arus utama Barat untuk mengucilkan Islamabad, Indonesia punya suara sendiri.
Kedua, Prabowo memanfaatkan momentum 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia - Pakistan dengan cerdas. Bukan sekadar mengucapkan selamat ulang tahun bilateral, melainkan mengubahnya menjadi turning point naratif, momen penting yang mengubah arah. Dalam teori komunikasi diplomatik, ini disebut reframing, yaitu menggeser kerangka hubungan dari "teman lama yang saling melupakan" menjadi "mitra strategis masa depan".
