Catatan Akhir Tahun - Gunung Raung Punya Sejarah Letusan Dahsyat Oleh Zumrotun Solicha
Kamis, 13 Desember 2012 9:53 WIB
Banyuwangi - Gunung Raung yang memiliki ketinggian 3.332 meter dari permukaan laut merupakan gunung terbesar dengan kaldera terluas di Pulau Jawa, sehingga peningkatan aktivitas gunung api yang sudah lama "tertidur" itu mendapat perhatian serius.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Raung dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II) sejak 18 Oktober 2012, namun empat hari kemudian statusnya ditingkatkan menjadi Siaga (Level III) terhitung mulai 22 Oktober 2012.
"Gempa tremor terus meningkat menjadi 12-15 milimeter dengan amplitudo maksimum 30 milimeter hingga 'overscale' yang diikuti dengan embusan asap dari puncak yang berkisar 50-75 meter." kata Kepala PVMBG Surono di Bandung saat dihubungi ANTARA.
Sejak dinaikkan statusnya menjadi Siaga, kawah Gunung Raung terus menyemburkan asap dan mengeluarkan suara gemuruh yang didengar oleh sebagian warga di beberapa kabupaten yang berada di lereng Gunung Raung.
Gunung yang berada di perbatasan Kabupaten Banyuwangi-Bondowoso-Jember, Jawa Timur, itu ternyata sudah meletus pada 19 Oktober 2012, berdasarkan data yang terekam dari GPS dan seismik di Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Raung di Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi.
"Memang benar Raung sudah erupsi, bahkan letusan itu juga terungkap dari satelit milik Amerika Serikat karena saat itu energi tremor mulai naik secara signifikan," tutur Surono.
Secara kasat mata, lanjut dia, letusan gunung yang memiliki ketinggian 3.332 mdpl itu tidak kelihatan dan hanya terlihat asap dari puncaknya karena Gunung Raung memiliki kawah yang sangat dalam mencapai 400 meter, serta kaldera yang luas.
"Saat meletus baik lava maupun material lainnya tumpah lagi ke dalam kaldera dan sebagai perbandingan dengan Gunung Merapi yang kedalaman kawahnya tidak sampai 100 meter, sehingga letusan Merapi terlihat dahsyat dibandingkan Gunung Raung," paparnya.
PVMBG melalui petugas PPGA Raung, lanjut dia, sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangn Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim dan Pemkab Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember tentang aktivitas terkini Gunung Raung.
Dengan status siaga itu, masyarakat di sekitar Gunung Raung, baik wisatawan maupun pendaki tidak diperbolehkan mendekati kawah yang ada di puncak Gunung Raung dalam radius 3 kilometer dari pusat kawah aktif karena berbahaya.
"Saya imbau masyarakat di sekitar Gunung Raung harus tetap tenang, tidak mendengarkan isu-isu tentang letusan yang dapat meresahkan warga dan selalu meminta informasi yang benar dari BPBD setempat," ujarnya.
Letusan Dahsyat
Gunung yang dikenal dengan mistisnya itu memiliki sejarah letusan dahsyat, bahkan Kepala PVMBG Surono menuju ke Kabupaten Banyuwangi untuk memantau langsung aktivitas gunung dengan puncak setinggi 3.332 mdpl itu.
Berdasarkan Data Dasar Gunung Api Indonesia (2011), Gunung Raung meletus pertama kali pada tahun 1586 dan letusan pertama tersebut tercatat sebagai letusan dahsyat yang menimbulkan kerusakan cukup parah di wilayah sekitar dan banyak korban jiwa.
Pada tahun 1597 atau 11 tahun kemudian, Gunung Raung meletus lagi dan letusan kedua sama hebatnya dengan letusan pertama yang menimbulkan korban jiwa, kemudian lagi-lagi letusan dahsyat kembali terjadi pada tahun 1638.
Letusan itu mengakibatkan banjir besar dan aliran lahar yang melanda Kali Setail-Kecamatan Sempu dan Kali Klatak-Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, yang kabarnya korban jiwa mencapai ribuan orang, padahal saat itu berdiri Kerajaan Macan Putih di bawah kepemimpinan Pangeran Tawangulun
Data di PPGA Raung mencatat letusan yang paling dahsyat terjadi pada tahun 1730 karena mengalami erupsi eksplosif disertai dengan hujan abu serta aliran lahar, bahkan wilayah terdampak erupsi meluas dibandingkan dengan letusan sebelumnya.
Letusan kembali terjadi antara tahun 1812 hingga 1814, letusan tersebut disertai hujan abu lebat dan suara bergemuruh, setahun kemudian pada tahun 1815 terjadi hujan abu di Besuki, Situbondo dan Probolinggo.
Letusan Gunung Raung pada tahun 1953 menyebarkan hujan abu dalam radius 200 kilometer dan melontarkan material berupa pasir dan batu panas setinggi 12 kilometer pada tahun 1958.
Sejak 1586 hingga 1989, tercatat letusan Gunung Raung sebanyak 43 kali dan gunung tersebut seolah tidur panjang selama bertahun-tahun dan aktivitasnya kembali meningkat pada 17 Oktober 2012.
"Gunung Raung memiliki sejarah letusan yang cukup dahsyat, sehingga harus diwaspadai karena saya tidak ingin sejarah buruk masa lalu terulang kembali," ucap Surono yang akrab disapa Mbah Rono itu.
Untuk mendeteksi aktivitas gunung terbesar di Pulau Jawa itu, PVMBG menambah lagi dua alat yakni "Geographical Positioning System" (GPS) dan seismograf broadband untuk mengukur kegempaan dan tekanan magma secara "online" (daring).
"Dengan penambahan dua alat baru yang dipasang 8 kilometer dari puncak Raung itu, jumlah alat untuk memantau aktivitas Gunung Raung kini menjadi tujuh unit, salah satunya alat pemantau deformasi gunung api, sehingga diharapkan dapat mendeteksi lebih akurat," papar Kepala Sub Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, Hendra Gunawan.
PVMBG juga telah memasang alat pemantau di empat lokasi yakni di bagian tenggara dan selatan Gunung Raung yang berada di Kabupaten Banyuwangi, bagian barat di Kabupaten Jember dan bagian utara berada di Kabupaten Bondowoso.
"Semakin banyaknya alat untuk memantau aktivitas gunung yang memiliki ketinggian 3.332 mdpl itu, maka diharapkan dapat mendeteksi perkembangan gunung api dan sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi bencana," paparnya.
Hingga pertengahan Desember 2012, status Gunung Raung masih tetap siaga, meskipun aktivitas kegempaan gunung yang berada di perbatasan Banyuwangi-Bondowoso-Jember itu mengalami penurunan.
"Tim PVMBG saat ini sedang mengevaluasi Gunung Raung untuk menentukan apakah statusnya diturunkan atau dinaikkan karena aktivitas gempa tremornya terus menurun," tuturnya.
PVMBG sudah melakukan evaluasi terhadap gempa tremor Gunung Raung yang menunjukkan penurunan hingga amplitudo rata-rata 8 milimeter, yang sebelumnya mencapai 30 milimeter hingga tak terbatas.
"Deformasi (perubahan bentuk fisik) Gunung Raung stabil dan aktivitas gempa tremor menurun dengan amplitudo 8 milimeter, serta secara visual masih terlihat asap putih," katanya.
PVMBG terus melakukan evaluasi terhadap gunung api itu, untuk menentukan apakah statusnya tetap, diturunkan atau dinaikkan seiring dengan penurunan aktivitas gempa tremornya.
Dampak Erupsi
Data di PPGA Raung mencatat sebanyak delapan kecamatan terancam letusan Gunung Raung, baik berupa awan panas maupun lemparan material vulkanik yang tersebar di lima kecamatan Kabupaten Banyuwangi, dua kecamatan di Kabupaten Bondowoso, dan satu kecamatan di Kabupaten Jember.
Lima kecamatan di Banyuwangi yang akan terkena dampak erupsi Gunung Raung yakni Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Songgon, Sempu, dan Genteng, sedangkan di Kabupaten Bondowoso berada di Kecamatan Sumberwringin dan Sukosari, serta Kecamatan Sumberjambe di Kabupaten Jember.
"Kawasan terdampak bencana letusan Raung terbagi atas kawasan Ring I dan Ring II yang tersebar di Kecamatan Songgon, Sempu, Genteng, Kalibaru, Glenmore dan Singojuruh dengan jumlah penduduk yang terdampak sebanyak 83.182 ribu jiwa," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi, A. Wiyono.
Menurut dia, BPBD melalui masing-masing camat sudah melakukan sosialisasi tentang peningkatan status Gunung Raung kepada warga di lima kecamatan yang berada di lereng gunung setempat.
"Posko penanggulangan bencana juga disiagakan di masing-masing kantor camat dengan bantuan aparat kepolisian dan TNI untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama Gunung Raung berstatus Siaga," tuturnya.
Pemkab Banyuwangi telah menyiapkan makanan siap saji dan 100 ribu masker, serta beberapa tempat akan dijadikan areal pengungsian untuk korban letusan Gunung Raung.
Bahkan, BPBD Banyuwangi telah melakukan penghitungan standar bencana atas beberapa keperluan di lokasi pengungsian seperti mandi cuci kakus (MCK) sebanyak 2.362 buah, air bersih sebanyak 5.926.600 liter/hari, makanan sebanyak 333.303/hari, genset sebesar 5000 watt sebanyak 40 unit, pos kesehatan sebanyak 20 pos.
Kemudian tenda peleton sebanyak 3.943 buah, dapur umum sebanyak 227 buah, dan gudang penyimpanan sebanyak 20 buah, dan tak ketinggalan bilik mesra sebanyak 2.447 buah.
"Kami juga mengupayakan sambungan telepon, internet, HT di pos pantau Gunung Raung, menetapkan rute dan tempat evakuasi, serta menyiagakan sarana kebutuhan logistik untuk dialokasikan pada semua daerah terdampak," paparnya.
Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0825 Banyuwangi, Letkol Kav. Muslimin Fahsyah mengatakan jumlah warga yang berpotensi terdampak erupsi Gunung Raung mencapai puluhan ribu orang, sehingga harus ada skenario jalur evakuasi korban, apabila terjadi letusan yang dahsyat.
"Wilayah yang diperkirakan berpotensi mengalami dampak terparah akibat erupsi gunung api yang memiliki puncak setinggi 3.332 mdpl itu adalah Kecamatan Kalibaru dan Songgon di Banyuwangi," tukasnya.
Ia menjelaskan pihaknya telah melakukan pemetaan lokasi yang terkena dampak erupsi sekaligus membuat skenario jalur evakuasi jika aktivitas Gunung Raung terus meningkat.
"Seperti di wilayah Kecamatan Kalibaru, evakuasi dari dusun terdekat yakni Dusun Curah Leduk yang berjarak 13 kilometer dari Gunung Raung akan diarahkan menuju Lapangan Kalibaru Manis," paparnya.
Sedangkan di Kecamatan Songgon, lanjut dia, evakuasi warga akan diarahkan menuju lapangan Desa Songgon, sehingga aparat di lapangan baik Camat, Kepala Desa maupun Danramil segera berkoordinasi untuk melakukan persiapan di lapangan.
"Sebanyak 400 anggota TNI akan disiagakan selama 24 jam dan kami akan melakukan pemetaan daerah rawan erupsi Gunung Raung yang lebih rinci," ujarnya.
Sementara di Kabupaten Bondowoso sedikitnya 600 kepala keluarga atau 1.200 warga di tiga desa di Kecamatan Sumber Wringin diperkirakan akan terkena dampak embusan abu vulkanik jika Gunung Raung meletus.
"Kami bersama personel TNI dan Polri serta dari BPBD terus berkomunkasi dengan dengan warga yang daerahnya kemungkinan terkena dampak, jika Gunung Raung meletus. Tiga desa yang potensial terkena dampak letusan itu adalah Sumber Wringin, Rejo Agung dan Tegal Jati," kata Camat Sumberwringin, M. Asnawi Sabil.
Meskipun statusnya Siaga, lanjut dia, warga yang terdekat dengan gunung tersebut tetap melakukan aktivitas seperti biasa sebagai petani dan aktivitas masyarakat di Kota Kecamatan Sumberwringin tetap berjalan normal seperti kegiatan pendidikan dan aktivitas perdagangan juga tetap berjalan normal.
Di Kabupaten Jember, tiga desa di Kecamatan Sumberjambe akan terkena dampak letusan Gunung Raung yakni Desa Gunung Malang, Rowosari, dan Jambe Arum.
"Jumlah warga di Desa Rowosari sebanyak 5.006 jiwa, Gunung Malang sebanyak 7.994 warga, dan sebanyak 6.668 warga Desa Jambearum, sehingga totalnya sebanyak 19. 668 warga yang masuk daftar wilayah rawan letusan Gunung Raung tersebut," kata Sekretaris Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Jember, Widi Prasetyo.
Informasi yang didapat dari PVMBG, lanjut dia, Jember hanya terkena dampak abu vulkanik Gunung Raung karena daerah yang berada di Ring I ancaman letusan Raung berada di Banyuwangi dan Bondowoso.
"Kami buka posko di Kantor Kecamatan Sumberjambe dan ribuan masker sudah dibagikan kepada warga yang akan terkena dampak abu vulkanik gunung terbesar di Pulau Jawa itu," katanya.
Semua pihak tentu berharap masing-masing pemerintah kabupaten melalui BPBD melakukan antisipasi sejak dini terhadap ancaman letusan Gunung Raung untuk menekan korban jiwa dalam bencana letusan gunung berapi tersebut.(*)