Surabaya (ANTARA) - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan penurunan signifikan target pendapatan 2026 merupakan efek langsung dari perubahan regulasi nasional melalui UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Jadi, bukan karena kemampuan kompetensi dan tata kelola kami. Tapi ini Undang-undang. Sekali lagi kami sampaikan ini bukan karena tata kelola Pemprov Jawa Timur," katanya saat rapat paripurna Pandangan Akhir Fraksi atas rancangan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim 2026 di Surabaya, Sabtu.
Khofifah menjelaskan mulai 1 Januari 2025 sistem pungutan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pungutan tambahan oleh pemerintah kabupaten/kota sebesar 66 persen dari pokok Pajak Kendaraan Bermotor resmi berlaku.
Ketentuan baru ini otomatis mengubah distribusi PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebagai dua sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur.
“Saya ingin menyampaikan, ada perubahan dari distribusi PKB dan BBNKB. Per Januari 2025 peruntukan dan distribusinya berubah, dan ini menyebabkan PAD Pemprov Jatim dari PKB dan BBNKB berkurang Rp4,2 triliun," tutur Khofifah.
Menurutnya, 14 kabupaten/kota di Jatim juga terdampak sehingga penurunan pendapatan tidak hanya dialami provinsi.
Sebelumnya, juru bicara Fraksi PKB Ibnu Alfandy Yusuf menuturkan pihaknya sangat prihatin dengan penurunan target pendapatan daerah yang mencapai Rp2,8 triliun dibandingkan APBD 2025.
PKB menilai melemahnya kapasitas fiskal dapat berdampak langsung pada kualitas layanan publik.
Fraksi PKB juga menyoroti bahwa meskipun PAD kini menjadi sumber pendapatan terbesar dengan kontribusi 66 persen namun pertumbuhannya stagnan dan bahkan diproyeksikan hanya naik 2 persen pada 2026.
Lebih jauh, PAD justru mengalami kontraksi Rp5,9 triliun atau turun 26 persen dibandingkan realisasi 2024.
