Jakarta (ANTARA) - Minggu (26/10), Presiden Prabowo Subianto dengan penuh empati menghampiri dan menggandeng lengan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, untuk membantunya menuruni empat anak tangga di panggung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
Gestur personal yang ditunjukkan Kepala Negara secara spontan dan tulus itu, menjadi salah satu momen paling disorot, sebab memperlihatkan diplomasi yang nyata dalam menempatkan humanisme dan ikatan kekeluargaan yang lebih erat dari sekadar pidato hebat kenegaraan.
Video yang diunggah oleh berbagai akun media sosial YouTube, TikTok, Instagram, X, hingga portal berita itu membawa pesan bagi kawasan, bahwa Indonesia mengedepankan kedekatan solidaritas regional sebagai fondasi utama dalam hubungan ASEAN.
Presiden Prabowo seakan tak mau insiden yang dialami Bolkiah, saat terjatuh di anak tangga pada pertengahan Oktober 2025, kembali terulang di KTT Kuala Lumpur.
Saat itu, dunia dikejutkan konten video yang memperlihatkan Sultan Hassanal Bolkiah terjatuh saat menuruni anak tangga panggung, di salah satu agenda perguruan tinggi di negaranya.
Pada usia yang menginjak 79 di tahun ini, Sultan Bolkiah dengan sigap menolak bantuan protokoler dan sekuat tenaga berdiri sendiri. Insiden ini menimbulkan kekhawatiran luas mengenai kondisi kesehatan pemimpin senior tersebut.
Gestur personal Presiden Prabowo di KTT ASEAN memang sempat mencuri perhatian. Tapi, inti dari kehadirannya, saat itu adalah penegasan kembali peran Indonesia di kawasan agar ASEAN tetap relevan di tengah situasi global yang bergerak dinamis.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo meminta para pemimpin di kawasan untuk selalu menjaga solidaritas regional sebagai jangkar stabilitas di tengah rivalitas kekuatan besar dunia.
Sejalan dengan itu, Kepala Negara mengajak ASEAN mengingat kembali perjalanan 49 tahun Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan 14 tahun East Asia Summit (EAS) Bali Principles untuk meneguhkan komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas regional.
TAC yang ditandatangani di Bali pada 1976 adalah tonggak sejarah bagi ASEAN dalam membangun hubungan antarnegara berdasarkan prinsip saling menghormati kedaulatan, penyelesaian sengketa secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Sementara itu, Bali Principles yang diadopsi sejak 2011 memperkuat peran ASEAN sebagai poros utama dalam kerja sama kawasan Indo-Pasifik. Dokumen ini berisi komitmen negara-negara anggota East Asia Summit untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan inklusif di tengah dinamika geopolitik yang kian kompleks.
