Bondowoso (ANTARA) - Tidak semua remaja mampu menceritakan semua hal kepada orang tuanya. Waktu terbatas untuk bertemu karena orang tua sibuk atau memang ada hambatan psikologis, sehingga membuat si anak tidak leluasa untuk mengungkapkan isi hatinya kepada ayah dan ibu, termasuk mengenai mimpi atau cita-citanya di masa depan.
Karena hambatan itulah seringkali anak-anak remaja menghadapi jalan buntu untuk menemukan jalan ikhtiar merealisasikan cita-citanya, seperti tidak didukung oleh orang tuanya.
Untuk itulah, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Jumat (22/8) memfasilitasi seluruh siswa untuk berani mengungkapkan rencana masa depan, dengan menghadirkan orang tua ke sekolah.
Lewat kegiatan Golden Future, semua orang tua siswa diundang ke sekolah, dengan agenda mendengarkan anak-anak mempresentasikan rencana masa depannya. Dengan disaksikan orang tua, satu per satu siswa tampil di depan kelas untuk menyampaikan impiannya, ingin menjadi apa, kelak.
Bukan hanya bercerita mengenai cita-citanya, anak-anak itu juga diminta oleh guru untuk lebih mengenali dirinya secara mendalam, mengidentifikasi apa kelebihan dan kekurangannya.
Dengan demikian, impian yang diceritakan oleh setiap siswa berangkat dari pemahaman secara utuh mengenai potensi dirinya dan tidak sekadar berkhayal, apalagi hanya ikut-ikutan karena pengaruh temannya.
Ibarat tentara yang hendak menuju medan pertempuran, mereka harus paham betul mengenai peta kekuatan diri dan musuh, sehingga mereka juga tahu bagaimana dan apa yang harus dikerjakan untuk menjadi pemenang dalam pertempuran.
Pada presentasi itu, terlihat bahwa para siswa sudah tahu betul apa potensi dirinya yang dapat dijadikan modal untuk berjuang meraih cita-cita. Mereka juga mengenali kelemahan pada diri yang harus diperbaiki.
Dengan pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangannya itu, anak, tentu perlu dukungan dari orang tua untuk dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas diri.
Salah satu siswa, Dianita Eka Pratiwi, menyampaikan presentasi menggunakan Bahasa Inggris, bercita-cita menjadi dokter. Ia mengungkapkan kelebihan dan kekurangannya.
Atheya Althafunnisa, siswa yang sangat menyukai pelajaran numerik, mengaku memiliki pribadi yang kuat dan ambisius. Siswa yang menyadari kekurangannya, yakni kurang pandai dalam mengelola waktu dan cenderung emosional itu juga bercita-cita ingin menjadi dokter.
Bahkan Dianita dan Atheya juga sudah menentukan perguruan tinggi apa yang akan dipilih untuk mewujudkan cita-cita masa depannya itu. Keduanya juga bertekad untuk memperbaiki segala kekurangannya.
Nur Aisyah, siswa lainnya, dengan mantap mengutarakan cita-citanya untuk menjadi seorang geolog dan akan memilih Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai tempatnya kuliah. Remaja yang suka fotografi dan menulis ini menyampaikan kelebihannya yang memang kreatif, sekaligus juga memiliki kekurangan, yakni kurang percaya diri dan mudah terbawa oleh pengaruh isu-isu yang berkembang.
Asyik Sulaiman, salah satu orang tua siswa, merasakan manfaat dari dari kegiatan sekolah tersebut. Salah satu manfaat yang dirasakan adalah terbangunnya jembatan orang tua dengan siswa dalam mengkomunikasikan rencana si anak ke depan.
Dari sisi anak, kegiatan ini membiasakan mereka berani berbicara di depan umum, termasuk ketika presentasi mereka juga didengar oleh semua orang tua lainnya.
Sementara Kepala SMAN 2 Bondowoso Holifah Nurazizah menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar membiasakan anak untuk mengelola cita-cita masa depannya, melainkan juga untuk membangun kedekatan anak dengan orang tua.
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru, apalagi jika sekadar mentransfer ilmu pengetahuan. Pendidikan adalah bagaimana membangun jiwa anak menjadi pribadi yang tangguh di masa depan. Jiwa tangguh itu harus dibangun dengan kedekatan emosional antara anak dengan orang tuanya.
Kegiatan ini juga untuk mengajak anak lebih mengenali diri, yakni kelebihan dan kekurangannya, yang disebutnya sebagai olah rasa dan hati.
Dengan mengenali kelebihan, sekaligus kekurangannya, anak terbiasa untuk mengelola diri, baik terkait jiwa maupun perilakunya, sehingga mampu menyiapkan masa depan dengan lebih maksimal.
Mengingat pentingnya peran orang tua dalam membersamai anak membangun masa depan, maka sekolah mewajibkan orang tua harus hadir. Bahkan, ketika ada info orang tua tidak bisa hadir, pimpinan sekolah menghubungi mereka lewat telepon seluler.
Beberapa orang tua menyampaikan permintaan maaf karena saat bersamaan sedang bertugas di luar kota, termasuk ada yang tugas ke Papua.
Agar si orang tua yang tidak bisa hadir tetap tahu mengenai rencana dan mimpi anaknya di masa depan, wali kelas harus merekam presentasi anak dalam bentuk video yang akan dikirim ke orang tuanya.
Sekolah memposisikan orang tua sebagai mitra sangat penting dalam pendidikan. Karena itu, sekolah juga wajib memfasilitasi anak untuk memiliki kedekatan psikologis dengan orang tuanya.
Ikhtiar ini mengajarkan para guru di sekolah tersebut agar tidak hanya bertanggung jawab secara akademis terhadap perjalanan hidup para siswa, melainkan menyangkut hal lain, yakni penyiapan mental yang tangguh dan mampu beradaptasi dengan semua keadaan, termasuk rintangan dalam kehidupan.
Lewat kegiatan tersebut, para siswa nantinya akan terbiasa menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya. Kebaikan yang dimiliki hendaknya dikembangkan, sedakan kekurangannya diperbaiki dan dicarikan jalan keluar, sehingga mampu menopang semua usaha untuk meraih sukses.
