Surabaya (ANTARA) - Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya mengkritisi temuan bantuan seragam sekolah dari Beasiswa Pemuda Tangguh yang berbeda warna dari seragam reguler.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Imam Syafii di Surabaya, Sabtu mengatakan perbedaan warna tersebut dinilai menimbulkan stigma serta potensi diskriminasi terhadap siswa penerima bantuan.
"Bantuan seragam diberikan kepada sekitar 6.000 siswa SMA sederajat yang tergolong keluarga miskin dan pra-miskin," katanya.
Namun, dia menemukan adanya perbedaan warna antara seragam bantuan dan seragam reguler di sekolah-sekolah negeri.
"Ternyata di sekolah SMA Negeri di Surabaya, ini saya menemukan, saya cek SMA 2, SMA 10, saya telepon juga ke kepala sekolah SMA 10, ternyata pramuka tidak sama. Warnanya tidak sama," ujarnya.
Menurut Imam, kondisi ini membuat siswa penerima bantuan merasa minder karena seragam mereka tampak tidak seragam dengan siswa lainnya. Menurut Imam, hal ini bisa berdampak psikologis pada siswa dari keluarga kurang mampu.
Selain itu, Imam menyebut kualitas kain seragam abu-abu bantuan yang berbeda dari standar sekolah. Akibatnya, sebagian siswa harus membeli kain sendiri agar tidak terlihat berbeda, yang tentu membebani secara ekonomi.
Imam juga menjelaskan beberapa kepala sekolah dan guru memang membantu menjahitkan seragam yang sesuai bagi siswa penerima, namun jumlahnya sangat terbatas. Imam menyebut hanya sekitar lima siswa per sekolah yang mendapat bantuan tambahan tersebut.
Melihat kondisi ini, Imam meminta Pemkot Surabayq lebih cermat dalam merancang dan mendistribusikan bantuan seragam. Imam menegaskan bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan harus menghasilkan bantuan yang layak dan bisa benar-benar digunakan oleh siswa.
"Ini kan dibelikan dengan uang APBD ya. Ternyata kemudian tidak terpakai, mubazir," ujarnya.
Sebagai langkah perbaikan, Imam meminta Pemkot Surabaya melakukan standardisasi kualitas dan warna seragam bantuan agar tidak ada perbedaan.
