Surabaya - Petani garam se-Jawa Timur yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim menyiapkan aksi untuk menolak rencana pemerintah melakukan impor garam. "Informasinya, pemerintah akan mengimpor 33.300 ton garam dengan kapal berbendera Norwegia yang kini sandar di Australia, padahal saat ini sedang panen raya," kata Ketua HMPG Jatim, Moh Hasan, di Surabaya, Senin. Didampingi sejumlah pimpinan forum komunikasi petani garam dan asosiasi mahasiswa peduli petani garam dari berbagai daerah di Jatim, ia menjelaskan pihaknya menolak tegas impor garam di tengah panen raya, karena akan merugikan petani. Padahal, Kepuntusan Menperindag Nomor 360/MPK/Kep/5/2004 tentang Impor Garam menyatakan bahwa impor garam dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan pascapanen raya itu. "Artinya, pemerintah sendiri tidak akan melakukan impor garam selama tahun, karena panen raya, baik garam iodisasi maupun non-iodisasi, tapi kok ada impor garam sebanyak 33.300 ton itu," katanya. Padahal, luas lahan garam nasional mencapai 29.704,27 hektare yang setiap hektare mampu memproduksi 100-200 ton, sehingga petani garam akan mampu memproduksi garam sebesar 2.974.027 ton. "Dengan kebutuhan garam nasional yang cuma 1,8 juta ton, maka stok yang ada tahun ini lebih dari cukup, apalagi penyerapan garam petani juga tidak dilakukan secara maksimal oleh pabrikan garam di tengah panen raya," katanya. Bahkan, katanya, hampir dua bulan terhitung sejak awal Juli hingga Agustus, justru importir tidak melakukan penyerapan garam sama sekali, padahal produksi Juni lalu masih ada sisa 230 ribu ton. "Jadi, petani garam benar-benar merugi, karena itu kami menolak impor garam yang akan datang pada September ini. Kalau pemerintah tidak bertindak tegas, maka kami akan menggelar aksi untuk menghentikan itu di sejumlah importir," katanya. Selain itu, petani garam yang sedang panen raya saat ini juga tidak diuntungkan dengan harga yang anjlok di kisaran Rp350 untuk KW-1 dan Rp250 untuk KW-2, padahal HPP (harga pokok penjualan) yang diberlakukan pemerintah adalah Rp750 untuk KW-1 dan Rp550 untuk KW-2 di "collection poin". "HPP itu sesuai Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri tentang Harga Penjualan Garam di tingkat petani, tapi fakta di lapangan harganya ternyata jauh lebih rendah, karena importir garam masih banyak menimbun garam yang diimpor sejak tahun 2011," katanya. Oleh karena itu, HMPG Jatim mendesak pemerintah untuk tiga hal yakni menolak impor garam dan memberi sanksi impor yang mengimpor di tengah panen raya, mendesak pabrikan untuk menyerap garam rakyat secepatnya, dan memberlakukan harga garam sesuai HPP. Di Jatim sendiri, petani garam mencapai 35.000 orang yang tersebar di Sumenep (lahan seluas 2.200 hektare), Pamekasan (1.200 ha), Sampang (4.200 ha), Bangkalan (300 ha), Surabaya (1.496 ha), Tuban (250 ha), Lamongan (250), Gresik (154 ha), Pasuruan (300 ha), Probolinggo (300 ha). (*)
Petani se-Jatim Tolak Impor Garam
Senin, 10 September 2012 19:39 WIB