Madura Raya (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jawa Timur melibatkan peran aktif personel TNI dari Kodim 0827 setempat, guna menurunkan kasus stunting di kepulauan.
Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Kabupaten Sumenep Ellya Fardasa mengatakan, pelibatan personel TNI ini, atas dasar komitmen dan kesamaan kepentingan.
"Jadi, pemkab dan TNI memiliki kepentingan yang sama, yakni terciptanya masyarakat sehat, karena kesehatan juga menjadi bagian dari ketahanan bangsa ini," katanya di Sumenep, Selasa.
Karena itu, sambung Ellya, pihaknya menjadikan mitra TNI dalam ikut menyukseskan program penurunan kasus stunting di Kabupaten Sumenep, khususnya di wilayah kepulauan.
"Pilihan kerja sama dengan TNI ini, juga karena TNI memiliki jaringan luas, hingga ke desa-desa, sehingga serapan informasi tentang kasus stunting akan lebih luas, dan secara otomatis pola penanganan oleh petugas Dinkes Sumenep juga bisa lebih cepat," katanya.
Ellya menuturkan, kasus stunting di Kabupaten Sumenep terjadi di daratan dan kepulauan dengan jumlah 15 desa yang menjadi lokus stunting.
Masing-masing Desa Pakamban Laok, Kecamatan Pragaan, Desa Serah Barat, Kecamatan Bluto, Desa Aeng Tongtong dan dan Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi, serta Desa Galis Kecamatan Giligenting.
Selanjutnya Desa Banarsep Barat, dan Desa Medelan Kecamatan Lenteng, lalu Desa Bragung, dan Desa Bakeong Kecamatan Guluk-guluk.
Berikutnya, Desa Banraas, dan Desa Lapak Laok Kecamatan Dungkek, serta Desa Tambak Sari Kecamatan Rubaru, dan Desa Bates Kecamatan Dasuk.
Dua desa lainnya masing-masing Desa Larangan Kerta, Kecamatan Batuputih, dan Desa Kombang Kecamatan Talango.
"Saat ini prevalensi kasus stunting yang ada di Sumenep ini mencapai 14 persen," katanya.
Menurut Kepala Dinkes-P2KB Ellya Fardasa, jumlah itu menurun dibanding sebelumnya.
Sebab berdasarkan data dinkes, pada tahun 2021 prevalensi kasus stunting di kabupaten paling timur di Pulau Madura ini mencapai 29 persen, pada 2022 sebesar 21,6 persen, lalu pada 2023 sebesar 16,7 persen dan pada 2024 hingga awal 2025 sebesar 14 persen.
"Menurut kami prevalensi 14 persen ini masih tergolong tinggi, karena target ideal yang kami inginkan adalah nol persen," katanya.
Untuk mencapai target ideal ini, sambung dia, pihaknya perlu bermitra dengan institusi lain yang memiliki kepentingan sama, yakni TNI.
