Surabaya (ANTARA) - Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya menggelar refleksi kelahiran Pancasila di Untag Surabaya sebagai upaya menggali nilai juang Bung Karno dalam dunia pendidikan.
“Bung Karno adalah pemikir besar yang menggali nilai-nilai Pancasila dalam keterasingannya. Hari ini, Pancasila bukan hanya simbol, tapi gagasan besar pemersatu bangsa,” ujar Rektor Untag Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA., dalam kegiatan bertajuk "Refleksi Lahirnya Pancasila: Putra Sang Fajar Mencari, Menggali, dan Mempersembahkan Pancasila”, Kamis.
Ia menekankan pentingnya semangat “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah), khususnya di dunia pendidikan. Menurutnya, pendidikan harus membentuk karakter pejuang, nasionalis, cerdas, dan solutif.
Rektor juga menyampaikan bahwa Untag Surabaya terus berinovasi setiap tahun dengan mewajibkan seluruh pejabat kampus menandatangani kontrak inovasi sebagai bentuk komitmen terhadap kemajuan institusi.
Ketua YPTA Surabaya, J. Subekti, S.H., M.M., dalam paparannya menjelaskan bahwa nilai-nilai Pancasila lahir dari perenungan mendalam Bung Karno, termasuk saat masa pengasingannya di Ende, NTT.
“Di bawah pohon sukun yang kini dikenal sebagai Pohon Pancasila, Bung Karno memikirkan cara menyatukan bangsa. Pemikirannya saat itu sudah jauh melampaui zamannya,” kata Subekti.
Usai pemaparan, Subekti menyanyikan lagu Bung Karno – Bersuka Ria, menambah suasana semangat dan keakraban dalam forum tersebut.
Direktur Utama PT Jatayu, Antonius Ambar Widodo, menyampaikan bahwa pemimpin sejati dibentuk melalui proses, bukan sekadar dilahirkan.
“Refleksi seperti ini penting agar generasi muda memahami akar ideologi bangsa,” ujarnya.
Perwakilan MIR Insurance, Kriswanto, mengaku tersentuh dengan semangat nasionalisme dalam acara tersebut. Ia menilai kegiatan ini mampu membangkitkan kembali kesadaran sejarah dan pentingnya keberagaman dalam kehidupan berbangsa.
Dosen Psikologi Untag Surabaya, Dr. Rr. Amanda Pasca Rini, M.Si., Psikolog, turut mengapresiasi kegiatan tersebut. Ia berharap kegiatan serupa dapat menyasar pelajar SMP dan SMA agar memahami sejarah dari sumbernya secara langsung.
“Pancasila bukan hanya dasar negara, tapi juga pandangan hidup yang harus ditanamkan sejak dini, apalagi di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi,” ujarnya.