Surabaya - Keterbatasan dana menjadi salah satu faktor penghambat perwujudan hak cipta sejumlah produk hasil kreativitas pelaku usaha kecil menengah (UKM) karena biaya mematenkan produk sangat mahal. "Untuk itu, kami mengajak pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membantu menyalurkan dana bagi UKM yang selama ini sulit mempunyai hak cipta produknya," kata Chief Strategy Consultant Arrbey, Handito Joewono, di sela Workshop Pengembangan "Branding" Produk UKM Berorientasi Ekspor, di Surabaya, Jumat. Menurut dia, hanya ada 74 UKM di Indonesia yang pada tahun 2011 telah memiliki hak cipta produk. Dari pemilik hak cipta produk UKM tersebut, 50 persen di antaranya merupakan penjual produk kerajinan dan batik. "Sementara, sisa 50 persennya adalah UKM yang memproduksi aneka makanan dan mendesain prorgram animasi," ujarnya. Ia menjelaskan, minimnya jumlah UKM sebagai pemilik hak cipta juga terkendala oleh kemampuan mereka dalam mengembangkan merek. "Meski sudah mempunyai merek, produk mereka pada umumnya sulit berkembang dan jarang dikenal pasar sehingga berpengaruh kepada angka penjualannya yang minim," katanya. Oleh karena itu, tambah dia, kini pihaknya berada di Surabaya untuk berbagi pengalaman kepada sejumlah UKM. Salah satunya, tentang pemanfaatan teknologi yang menunjang perkembangan bisnis mereka. "Dengan cara ini, kami targetkan jumlah pemegang hak cipta produk UKM tahun 2012 meningkat menjadi 75 UKM," katanya. Walau kenaikan itu hanya satu merek, kata dia, kondisi tersebut sudah membanggakan mengingat minimnya kesadaran UKM untuk melakukan penetrasi pasar. Apalagi, dengan upayanya melaksanakan pelatihan di kota besar di Pulau Jawa diyakini mewujudkan target pemerintah memfasilitasi 200 UKM selama lima tahun mendatang. "Kami juga optimistis melalui kepemilikan hak cipta produk UKM mampu meningkatkan harga jual dan membantu mereka masuk ke pasar alternatif baik ekspor maupun dalam negeri," katanya. Menyikapi hal tersebut, Direktur Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Dody Edward, menyatakan, Indonesia adalah negara yang beruntung dibandingkan negara lain seperti Singapura. "Jika 80 persen perdagangan Singapura didominasi membidik pasar internasional dan 20 persen domestik maka Indonesia tidak," katanya. Hal itu, lanjut dia, karena pasar dalam negeri memiliki potensi besar menyerap produk UKM dengan populasi penduduk 240 juta orang. Bahkan, kinerja pertumbuhan ekonomi nasional 6,49 persen pada semester I/2012 menjadi bukti loyalitas konsumen di Tanah Air membeli produk dalam negeri. (*)
Keterbatasan Dana Hambat Hak Cipta Produk UKM
Jumat, 10 Agustus 2012 15:31 WIB