Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember menguatkan peran masyarakat sipil dalam sistem peradilan melalui seminar nasional bertema Paradigma Baru Sistem Peradilan Pidana dalam Rangka Penguatan Masyarakat Sipil di Gedung Aula Ahmad Zaenuri Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
Kegiatan yang diikuti oleh ratusan peserta dari kalangan akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, hingga masyarakat umum itu berlangsung dinamis dengan membahas arah baru sistem peradilan pidana Indonesia pascadraf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dalam waktu dekat akan dibahas oleh Komisi III DPR RI.
"Urgensi pembaruan sistem hukum acara pidana Indonesia yang tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan dan partisipasi masyarakat sipil," kata Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Tangerang Dr. Auliya Khasanofa yang menjadi narasumber seminar di FH Unmuh Jember.
Menurut dia, RUU KUHAP harus dipandang sebagai momentum untuk mewujudkan paradigma baru dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
"Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembentukan peraturan perundang-undangan adalah hak konstitusional yang harus dihormati, bukan hanya formalitas saja," tuturnya.
Auliya menjelaskan bahwa paradigma lama yang retributif dan koersif tidak lagi relevan dengan konteks sosial Indonesia saat ini sehingga pihaknya butuh pendekatan yang korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Tangerang ini menegaskan bahwa pendekatan hukum pidana yang mampu merawat hubungan sosial, bukan hanya menghukum pelaku.
"Saya juga mengkritisi pemahaman yang sempit tentang restorative justice (RJ) yang selama ini dianggap cukup dengan mediasi damai," katanya.
Penguatan masyarakat sipil, menurut dia, tidak bisa lepas dari sistem hukum yang inklusif. Dengan demikian, jika ingin sistem hukum yang demokratis, masyarakat harus diberi ruang nyata, bukan hanya dijadikan objek kebijakan.
"Saya mengajak civitas academica, pembuat undang-undang, dan masyarakat sipil untuk mengawal pembaruan KUHAP agar benar-benar merefleksikan kebutuhan rakyat, bukan hanya kepentingan institusi," katanya.
Ia melanjutkan, "RUU KUHAP harus menjadi instrumen demokratisasi hukum, bukan sekadar mekanisme administrasi penegakan hukum."