Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Kepolisian Resor Tulungagung menangkap 16 orang remaja dan menyita 39 balon udara tanpa awak pada razia yang digelar di sejumlah wilayah rawan dalam sepekan terakhir.
Kapolres Tulungagung AKBP Taat Resdi, Kamis, memimpin langsung jalannya rilis gelar perkara kasus tersebut melibatkan jajaran PLN yang menjadi pihak paling dirugikan akibat penerbangan balon udara, yang menjadi tradisi atau budaya warga setempat selama Lebaran Ketupat.
Ia menyebut balon udara yang disertai petasan sangat membahayakan keselamatan penerbangan dan berisiko menimbulkan ledakan, kebakaran, serta gangguan distribusi listrik.
“Kami serius menindak pelanggaran ini karena dapat membahayakan masyarakat luas,” ujarnya.

Razia digelar di enam kecamatan, yakni Bandung, Besuki, Pakel, Boyolangu, Gondang, dan Kalangbret. Dari operasi tersebut, petugas menyita puluhan balon, petasan berbagai ukuran, alat bantu penerbangan, serta satu unit mobil.
Sebanyak enam balon diketahui sempat terbang dan berhasil diturunkan, sedangkan sisanya diamankan sebelum sempat mengudara.
Dalam operasi tersebut, 16 orang diamankan, terdiri dari tujuh orang yang kini diproses hukum dan sembilan lainnya menjalani pembinaan.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak, Pasal 421 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan.
Kapolres mengimbau masyarakat untuk tidak menerbangkan balon udara, terutama yang disertai petasan, karena berpotensi membahayakan dan melanggar hukum.
Sementara itu, Manajer ULT PLN Madiun, Ikhsan, menyebut potensi kerugian akibat gangguan distribusi listrik akibat balon udara liar mencapai ratusan miliar rupiah.
"Kalau melihat delapan kabupaten yang terdampak padam, kerugiannya bisa ratusan miliar rupiah," katanya.
Menurut Ikhsan, putusnya arus listrik berimbas besar pada sektor rumah tangga hingga industri. Saat aliran terputus, produksi terhenti dan menyebabkan kerugian berantai.
Namun demikian, PLN tidak bisa menempuh jalur hukum karena pelaku penerbangan balon sulit diidentifikasi.
“Ini salah satu kendalanya. Balon udara ini sering kali berasal dari daerah lain, bahkan jaraknya puluhan hingga ratusan kilometer dari lokasi jatuh,” ujarnya.