Jakarta (ANTARA) - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya Mangapul mengaku bahwa telah sepakat "satu pintu" dengan para hakim nonaktif lainnya, yang menangani kasus terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, untuk menerima suap atas "vonis bebas" Ronald Tannur.
Dia menyebutkan kesepakatan "satu pintu" itu dilakukan setelah adanya permintaan kepastian dari hakim nonaktif Erintuah Damanik, yang kala itu menjadi hakim ketua kasus Ronald Tannur, mengenai sikap para hakim yang menangani kasus Ronald Tannur setelah putusan bebas.
"Memang Pak Erintuah waktu itu tidak tegas mengatakannya, tetapi saya sudah paham maksudnya bahwa akan bertemu dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat untuk menerima ucapan terima kasihnya," ujar Mangapul saat menjadi saksi mahkota dalam sidang kasus dugaan suap atas "vonis bebas" Ronald Tannur pada 2024 dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, dirinya menuturkan ketiga hakim yang menangani kasus Ronald Tannur sepakat, tidak ada komentar, serta tidak keberatan dengan kesepakatan "satu pintu" tersebut.
Ia menjelaskan selama proses persidangan, para hakim yang menangani kasus Ronald Tannur melakukan musyawarah sebanyak dua kali. Pertama, setelah sidang pemeriksaan terdakwa selesai.
Kala itu, kata dia, dalam musyawarah para hakim masih memberikan pendapat masing-masing dari persidangan yang telah berlangsung.
Kedua, musyawarah kembali dilakukan selang beberapa hari kemudian. Dalam musyawarah tersebut, Mangapul menyampaikan telah disepakati bahwa Ronald Tannur akan dijatuhkan putusan bebas.
"Di situ dipastikan lagi apakah memang pendapatnya bebas, akhirnya kami sama seperti kemarin, sepakat bebas. Di situ baru ada kata-kata satu pintu itu," tuturnya.
Mangapul menjadi saksi mahkota (saksi sekaligus terdakwa) dalam sidang kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur pada 2024 dan gratifikasi, yang menyeret tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya.
Tiga orang hakim nonaktif itu, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, serta Mangapul. Ketiganya didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.
Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.