Anak Lahir Prematur Itu Raih UN Tertinggi
Jumat, 1 Juni 2012 20:52 WIB
Bondowoso - Mintarti Budi Astuti, ibu kandung Anggi Indah Safitri, tidak mampu menyembunyikan kebanggaan dan rasa gembiranya atas prestasi anaknya yang meraih nilai UN tertinggi tingkat SMP se-Jatim.
"Saya hanya bisa bersyukur atas prestasi Anggi ini. Ternyata jerih payah Anggi, saya dan suami yang mendorong Anggi berprestasi tidak sia-sia," katanya ketika ditemui wartawan.
Anggi Indah Safitri yang tinggal bersama orang tuanya di Desa Nangkaan, Bondowoso, meraih nilai UN 39,80. Untuk pelajaran IPA, Matematika dan Bahasa Indonesia nilainya 10 dan Bahasa Inggris 9,80. Selain Anggi, siswa SMPN 1 Bondowoso Septian Bimantara Putra menduduki peringkat keenam se-Jatim dengan nilai 39,60.
Kata syukur tak putus-putusnya dipanjatkan Astuti karena Anggi sejak bayi lahir dengan tidak normal. Ia lahir prematur dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dan berat hanya 1,9 kg.
"Dia itu lahir saat usia kandungan saya 6,5 bulan. Makanya kesehatan anak saya saya perhatikan betul. Sejak kecil saya ajari berenang agar perkembangan tubuhnya bisa bagus. Alhamdulillah sekarang sudah besar dan bisa berprestasi di sekolah," kata pegawai RSUD dr Koesnadi Bondowoso itu.
Anggi di mata orang tuanya dikenal sebagai anak yang senang dunia kesenian. Karena itu, anak kedua dari tiga bersaudara ini di sekolah aktif di paduan suara dan drum band.
"Sebetulnya anak saya ini mau aktif di OSIS juga, tapi saya larang karena khawatir fisiknya ndak kuat sehingga pelajarannya terganggu. Sejak SD, Anggi ini memang berprestasi, berkali-kali masuk 10 besar juga," kata perempuan asal Surabaya yang akrab dipanggil Tutik ini.
Ditanya mengenai kunci sukses anaknya, Tutik mengemukakan bahwa Anggi memang didorong untuk rajin belajar. Karena itu ia batasi anaknya untuk melihat televisi.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah dukungan doa dari orang tua. Selain rajin shalat malam, Tutik juga selalu berupaya untuk puasa, khususnya saat anak-anaknya menjalani ujian.
"Demikian juga Anggi saya ajak untuk rajin shalat malam dan puasa. Saya belajar dari orang-orang sukses yang ternyata orang tuanya rajin shalat malam dan puasa," ujarnya.
Ia mengaku selalu memperhatikan perkembangan anak-anaknya karena pergaulan saat ini yang sangat mengkhawatirkan. "Saya ini memang agak streng dalam mendidik anak," katanya.
Anggi sendiri mengaku sudah terbiasa dengan didikan ibunya tersebut. Akhirnya kebiasaan belajar menjadi sangat menyenangkan. Namun, apabila belajar sendiri jenuh, ia memilih belajar bersama dengan teman-temannya.
"Saya memiliki keinginan untuk bisa membanggakan orang tua dan sekolah juga. Karena itu dengan pola pendidikan ibu saya yang sering melarang saya melihat televisi, saya biasa saja," kata gadis kelahiran Bondowoso, 16 Februari 1997 itu.
Menurut dia, kunci dari semua itu adalah bagaimana mengelola waktu sehingga ia tidak merasa kehilangan masa remajanya untuk bermain. "Karena itu saat belajar saya tidak merasa menjadi beban berat. Itu semua kan untuk masa depan kita sendiri," katanya.
Ia mengaku juga mengimbangi upaya spiritual yang dilakukan oleh ibunya dengan berpuasa dan shalat malam. Tutik sendiri mengaku tidak bisa hanya menyuruh anaknya berbuat sesuatu tanpa memberi contoh.
"Jangan sampai anaknya disuruh belajar, tapi orang tuanya malah menonton televisi," kata Tutik.
Mengenai harapan ke depan, Anggi mengemukakan bahwa dirinya ingin lebih meningkatkan prestasi di SMA nantinya. Apalagi di SMA yang dimasukinya, yakni SMAN 2 Bondowoso akan lebih banyak siswa yang berprestasi.
Ditanya cita-citanya, perempuan berambut lurus ini mengaku ingin menjadi pramugari. Tapi cita-cita itu belum direstui oleh ibunya karena ibunya khawatir dengan banyaknya kecelakaan pesawat akhir-akhir ini.
Atas prestasinya itu, Anggi nantinya dibebaskan memilih SMA yang dituju tanpa melalui tes. Hal itu diakui oleh Kepala SMPN 1 Bondowoso Mahin. Karena ingin masuk ke SMAN 2, Mahin kemudian berkoordinasi dengan kepala SMA RSBI di Bondowoso itu.
Menurut Mahin, selain bebas memilih sekolah, pihaknya juga memberikan penghargaan uang kepada Anggi dan Septian karena prestasinya tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Anggi selama ini memang sangat menonjol di lembaga pendidikan berstatus rintisan sekolah berstandar internasional itu. Karena itu ia dimasukkan dalam kelompok siswa kelas pilihan di sekolah itu.
"Bahkan informasi yang kami terima, Anggi ini masuk nominasi siswa peraih nilai UN tertinggi tingkat nasional. Cuma urutan ke berapa saya belum tahu," kata Mahin.
Menurut dia, selain menonjol dan rajin, Anggi juga dikenal sangat aktif mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, seperti paduan suara dan drum band.
Selain Anggi, Bondowoso juga mengukir prestasi karena Mochamad Adnan Hakiki dari Bondowoso meraih nilai UN tertinggi se-Jatim untuk tingkat MTs. Siswa MTsN 2 Bondowoso itu meraih nilai 39,60.
Anggota DPRD Bondowoso yang membidangi pendidikan Nimanto mengaku bangga dengan prestasi siswa di daerahnya. Ia tidak terkejut dengan prestasi siswa SMPN 1 karena merupakan RSBI.
"Justru prestasi siswa MTs itu yang mengejutkan. Ini menunjukkan bahwa MTs juga bisa maju. MTs dan madrasah aliyah ini kan memiliki keunggulan di bidang akhlak selain mengajarkan pengetahuan," katanya.
Namun nasib Mochamad Adnan Hakiki yang akrab dipanggil Kiki tidak seberuntung Anggi yang orang tuanya mampu. Ayah Kiki Budiono kerja serabutan dan ibunya Arbaiya hanya ibu rumah tangga.
Karena kondisi ekonomi ayah ibunya yang tidak menentu, Kiki, anak pertama dari tiga bersaudara, ini akhirnya diasuh oleh kakek nekenya, Yakub (61) dengan Zaenab. Padahal Yakub yang sudah tua hanya bekerja sebagai tukang becak.
Yakub mengaku terkejut dengan perolehan nilai UN Kiki. Selama ini cucunya tersebut dikenal rajin dalam belajar, meskipun hasilnya tidak terlalu menonjol.
"Saya sebetulnya kasihan dia bekerja, tapi mau bagaimana lagi, keadaan saya seperti ini. Saya inginnya dia paling tidak lulus SMA dulu baru bekerja. Mudah-mudahan dengan prestasinya ini Kiki bisa mendapatkan bantuan beasiswa agar bisa melanjutkan sekolah," katanya.
Yakub menceritakan, selama ini Kiki berangkat ke sekolah yang jarak dari rumahnya sekitar 10 Km dengan menggunakan sepeda pancal.
"Memang anaknya punya niat untuk sekolah. Ia berharap dengan bekerja dulu bisa mendapatkan biaya buat sekolahnya," kata Yakub.
Mendapatkan kabar tersebut, sejumlah tetangganya juga terkejut. Mereka berharap, dengan prestasi itu Kiki bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk melanjutkan sekolah. (*)