Jakarta (ANTARA) - Berakhirnya perjanjian transit lima tahun gas alam antara Moskow dan Kiev per 1 Januari 2025, menandai kenangan akan kejayaan Jalur Druzhba, bentangan pipa yang mengalirkan minyak dari perut bumi Uni Soviet, kini Rusia, ke negara-negara di Eropa.
Jalur Druzhba, yang dalam bahasa Rusia berarti "persahabatan," adalah salah satu jaringan pipa minyak terpanjang di dunia.
Membentang lebih dari 4.000 km, melintasi sejumlah negara, dengan titik awal dari Rusia menuju Belarus, Ukraina, Polandia, Jerman, Hongaria, Slovakia dan Republik Ceko.
Druzhba memiliki dua cabang utama yakni cabang Utara untuk melayani Polandia dan Jerman serta cabang Selatan membentang melalui Ukraina, Hungaria, Slovakia, dan Republik Ceko. Pipa ini mengalirkan minyak mentah dari Siberia Barat, Ural, dan Volga di Rusia, ke negara-negara di Eropa.
Dibangun pada era Uni Soviet, tahun 1960-an, jalur itu menjadi simbol hubungan ekonomi yang harmonis dan saling menguntungkan antara Rusia dan Eropa selama beberapa dekade.
Jalur Druzhba mulai beroperasi pada 1964 sebagai bagian dari proyek ambisius Uni Soviet untuk menyediakan pasokan energi yang stabil ke negara-negara Eropa Timur dan Barat. Jalur itu dimaknai sebagai tulang punggung perdagangan energi antara Rusia dan kawasan Eropa.
Jalur Druzbha dirancang untuk mengangkut minyak mentah dari sejumlah ladang minyak Rusia ke kilang minyak di Eropa Timur dan Tengah. Dengan kapasitas pengangkutan sekitar 1 juta barel per hari, Druzhba menjadi salah satu sistem pipa minyak terbesar di dunia.
Namun, dinamika geopolitik dan transisi energi global telah mengubah peran Jalur Druzhba dalam lanskap ekonomi internasional, khususnya di wilayah Eropa barat.
Pemasok minyak mentah Eropa
Sebelum konflik Rusia-Ukraina meletus mulai 2014 hingga kini, sekitar 25 persen kebutuhan minyak mentah Uni Eropa dipenuhi melalui bentangan pipa Druzbha. Keandalan jalur itu dalam mengirimkan energi telah menjadikannya pilar penting dalam hubungan ekonomi Rusia-Uni Eropa.
Lebih dari lima dekade, Jalur Druzhba memberi manfaat besar bagi Eropa yakni pasokan energi yang stabil, efisiensi dan integrasi ekonomi serta keberlanjutan industri terkait kecukupan minyak mentah untuk produksi berbagai komoditas barang dan jasa.
Kemampuan Eropa dalam menggerakkan kemajuan industri lebih efisien dan peningkatan ekonomi secara pesat setidaknya banyak dibantu minyak Rusia dengan harga lebih kompetitif dan pasokan lebih terjamin.
Namun, situasi berubah drastis dalam dua dekade terakhir. Ketegangan geopolitik antara Rusia dan Barat, terutama sejak aneksasi Krimea pada 2014, telah menyebabkan penurunan penggunaan pipa minyak Jalur Druzhba Rusia oleh negara-negara Eropa.
Sanksi ekonomi terhadap Rusia dan upaya Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil semakin mempercepat penurunan peran jalur monumental ini.
Sejak 2014, Uni Eropa telah menerapkan 11 putaran sanksi terhadap Federasi Rusia. Putaran sanksi terakhir pada Juni 2023 difokuskan pada barang dengan penggunaan ganda seperti chip komputer dan juga sebagai upaya membatasi transaksi antarkapal barang-barang yang dikenai sanksi.
Faktor lain yang memengaruhi adalah transisi menuju energi bersih. Uni Eropa telah menetapkan target ambisius untuk mencapai netralitas karbon pada 2050. Hal itu memaksa Eropa mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi baru terbarukan.
Keputusan eksekutif Presiden AS Donald Trump juga memainkan peran penting dalam lanskap energi Eropa. Trump dengan pernyataan "darurat energi nasional" kian mendorong ekspor energi fosil AS, juga gas alam cair (LNG), ke Eropa sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan energi Rusia.
Dengan kebijakan seperti pelonggaran regulasi energi di AS dan sanksi terhadap proyek pipa Nord Stream 2, pemerintahan Trump berusaha memperkuat posisi energi AS di pasar global sekaligus melemahkan pengaruh Rusia di Eropa.
Dampak signifikan bagi Eropa
Ketiadaan peran Jalur Druzhba dalam sistem energi Eropa jelas membawa dampak signifikan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Negara-negara Eropa setidaknya akan berhadapan dengan kenaikan biaya energi karena negara-negara yang sebelumnya bergantung pada Jalur Druzhba kini harus mencari sumber energi alternatif yang biasanya lebih mahal.
Selain itu, negara Eropa akan mengalami ketidakstabilan pasokan energi setelah Jalur Druzhba berhenti beroperasi, terutama suplai untuk kawasan Eropa Timur dan Tengah.
Negara Eropa Timur yang terdampak adalah Belarus, Bulgaria, Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Moldova, Rumania, Slovakia, Ukraina, dan bagian barat Federasi Rusia. Sementara itu, negara-negara di Eropa Tengah meliputi Austria, Ceko, Hungaria, Jerman, Polandia, Slowakia, Slovenia, dan Swiss.
Belum lagi perubahan geopolitik yang menciptakan tantangan baru dalam mencari mitra dagang energi yang andal.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban berulang kali mengingatkan bahwa hilangnya pasokan energi melalui Druzhba Rusia menjadi pukulan besar bagi Eropa, khususnya di Eropa Tengah dan Timur.
Dalam sebuah konferensi energi di Budapest, Orban menyuarakan keputusan Eropa untuk memutuskan hubungan energi dengan Rusia adalah "sebuah kesalahan strategis besar yang akan meninggalkan kita dalam kegelapan."
Orban juga menegaskan bahwa diversifikasi energi harus dilakukan tanpa melupakan aspek keberlanjutan ekonomi jangka pendek.
Sejak 2022, beberapa negara Eropa, termasuk Jerman dan Polandia, secara bertahap menghentikan pasokan minyak melalui Druzhba. Bahkan pada awal 2024, aliran minyak ke Eropa Barat dari jalur ini hampir sepenuhnya berhenti, meskipun beberapa negara seperti negara Viktor Orban, Hungaria dan Slovakia masih mengandalkan pasokan melalui cabang selatan Druzhba.
Selain itu, Rusia semakin mengalihkan ekspor minyaknya ke pasar Asia, terutama China dan India. Data terbaru dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan bahwa ekspor minyak Rusia ke Uni Eropa turun lebih dari 90 persen sejak 2022, sementara ekspor ke Asia meningkat tajam.
Ketiadaan pasokan Druzhba dalam sistem energi Eropa semakin membawa dampak signifikan.
Negara-negara yang sebelumnya bergantung pada Druzhba harus mencari sumber energi alternatif yang lebih mahal, seperti impor minyak dari Timur Tengah atau Amerika Serikat. Pengangkutan minyak melalui kapal tanker menambah beban biaya logistik, yang kemudian berdampak pada inflasi energi dan harga barang di Eropa.
Negara-negara di Eropa Timur dan Tengah, seperti Hungaria, Slovakia, dan Republik Ceko, menghadapi tantangan lebih besar karena mereka lebih bergantung pada minyak Rusia dibandingkan negara-negara di Eropa Barat.
Pernyataan Trump dan kian meredupnya Druzhba
Di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat, pernyataan kontroversial Presiden AS Donald Trump tentang hubungan trans-Atlantik semakin memperumit lanskap energi global.
Trump berulang kali mengkritik ketergantungan Eropa pada energi Rusia dan mendorong ekspor energi Amerika, terutama gas alam cair (LNG), sebagai alternatif.
Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS, Trump telah mengeluarkan hampir 100 perintah eksekutif yang kontroversial, termasuk kebijakan terkait energi dan perdagangan global.
Sebelum menjabat sebagai presiden pun, Trump bahkan menyatakan ia mungkin akan "mengurangi komitmen keamanan AS terhadap Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), jika negara-negara Eropa tidak memenuhi kontribusi pertahanan mereka."
Terbukti, belum lama ini Trump “menantang Eropa” untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka dari 2% menjadi 5% terhadap PDB, naik lebih dua kali lipat. Trump mengkritik sekutu AS di Eropa karena tidak memenuhi target belanja pertahanan NATO serta mengancam akan menarik diri dari aliansi tersebut.
Akhir Januari 2025, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio dalam percakapan via telpon dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas menekankan perlunya memperkuat keamanan trans-Atlantik dan mendesak Eropa untuk meningkatkan belanja pertahanan mereka.
Rubio juga menyambut baik perpanjangan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia atas perangnya di Ukraina serta membahas "cara memperdalam kerja sama AS-Uni Eropa dalam sejumlah prioritas bersama”.
Trump juga memainkan peran penting dalam menghentikan proyek pipa Nord Stream 2, yang dirancang untuk mengangkut gas Rusia ke Eropa. Pemerintahan AS sebelumnya telah memberlakukan sanksi terhadap proyek tersebut, yang kemudian ditinggalkan oleh Jerman setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Di sisi lain, kebijakan Trump dan pendahulunya, mendorong Eropa semakin mengurangi ketergantungan pada energi Rusia. Sejak 2022, Uni Eropa telah meningkatkan impor LNG dari AS hingga lebih dari dua kali lipat. Amerika kini menjadi pemasok gas terbesar bagi Eropa, menggantikan Rusia.
Dengan menurunnya peran Jalur Druzhba, Eropa kini menghadapi tantangan besar dalam menjamin ketahanan energi di masa depan.
Selain itu, ketidakpastian geopolitik tetap menjadi faktor utama. Jika Trump terus mendorong kebijakan energinya yang lebih proteksionis, hal ini dapat memperumit strategi energi Eropa.
Di sisi lain, ketegangan dengan Rusia masih berlanjut, dengan Moskow terus mencari cara untuk mempertahankan pengaruhnya dalam pasar energi global.
Jalur Druzhba mungkin tinggal kenangan, tetapi dampaknya terhadap ekonomi Eropa dan dinamika energi global akan terus terasa dalam beberapa tahun ke depan.
Mengenang Jalur Druzbha, sakisi bisu Rusia 'menghidupi' Eropa
Oleh Primayanti Senin, 10 Februari 2025 15:36 WIB

Ilustrasi - Pipa minyak Druzhba antara Hongaria dan Rusia terlihat di Kilang Danube Grup MOL Hongaria di Szazhalombatta, Hongaria, Rabu (18/5/2022). (ANTARA/REUTERS/Bernadett Szabo/am.)