Surabaya (ANTARA) - Ahli Hukum Perdata Prof Dr Indrati Rini, S.H., M.S, dan Ahli Hukum Pidana Dr. M. Sholehuddin S.H M.H menegaskan bahwa perkara dugaan penggelapan dalam jabatan CV Mekar Makmur Abadi (MMA) senilai Rp12 miliar masuk ranah perdata.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Mojokerto yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja Ahli Hukum Perdata Prof Dr Indrati Rini, S.H., M.S. Ahli menjelaskan bahwa penggelapan dalam jabatan harus bisa dibuktikan secara rill dan konkrit kerugian yang dialami perusahaan.
"Jika tidak bisa dibuktikan ada penyimpangan maka tidak bisa dikatakan melawan hukum," katanya dalam keterangan, Rabu.
Ahli juga menyebut, dalam perkara ini, tak seharusnya dilaporkan secara pidana karena ranah yang tepat adalah dengan upaya hukum keperdataan. Kalaupun ada sengketa keluarga harta benda warisan, maka harus diselesaikan secara keperdataan.
“Harusnya diselesaikan keperdataan dulu, harus di-clearkan dulu karena hukum perdata memberikan ruang untuk menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana, Dr. M. Sholehuddin S.H M.H mengatakan dalam perkara penggelapan dalam jabatan harus dilihat perbuatan melawan hukumnya. Menurutnya hal tersebut harus hati-hati dan tidak boleh ada pemenggalan cerita dalam peristiwa. Sebab, jika hanya sepenggal, maka kesimpulannya menjadi tidak valid.
"Maka harus jelas peristiwa pidananya. Hukum pidana itu harus lengkap," ujarnya.
Menurutnya, perpindahan uang dari rekening CV MMA ke rekening pribadi terdakwa tidak bisa serta merta dikategorikan tindak pidana atau melawan hukum dalam pidana.
Apalagi terdakwa tidak merugikan CV dan tidak menikmati hasil perpindahan uang itu untuk kepentingan pribadi. Jika ada kerugian, maka harus dibuktikan secara konkrit.
"Tidak bisa kerugian itu hanya berasal dari dugaan dan buruk sangka," tegasnya.
Usai dua ahli memberikan keterangan, sidang dilanjut dengan keterangan terdakwa. Dalam keterangannya, terdakwa mengatakan, jika ia menyetor modal di CV MMA pada tahun 2020 sebesar Rp1 miliar.
Modal itu kemudian ditambah Rp2 miliar pada tahun 2021. Sehingga total modal yang ia tanamkan ke perusahaan sebesar Rp3 miliar.
"Itu modal dari uang pribadi saya," katanya.
Pada Juli 2021, ayah terdakwa, Bambang Sutjahjo meninggal dunia. Sebelum Bambang meninggal, tidak ada persoalan di CV MMA.
"Betul (adanya perpindahan uang setelah meninggalnya ayah terdakwa) beberapa kali sebesar Rp9 miliar dan Rp600 juta. Perpindahan uang tersebut merupakan pesan amanah papa sebelum meninggal dunia. Tujuannya untuk memastikan perusahan tetap berjalan,” ujarnya.
Alasan terdakwa memindahkan uang tersebut karena khawatir rekening diblokir. Maka terdakwa memindahkan uang yang ada di rekening atas nama CV MMA ke rekening pribadinya.
Selama ini, lanjut terdakwa, dialah yang mengelola perusahaan dan tidak ada satupun saudaranya yang ikut mengelola lantaran berada di luar kota dan luar negerI.
"Saya mencoba menyelesaikan masalah ini baik-baik. Tapi justru saya dipaksa keluar (dari CV MMA)," ujarnya.
Setelah mendengar penjelasan kedua saksi dan keterangan terdakwa, Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja mengatakan, jika sidang dilanjutkan Senin (25/11/2024) pekan depan dengan agenda tuntutan.
“Sudah ya, sidang dilanjutkan minggu depan. Senin dengan agenda tuntutan, sidang dengan demikian ditutup,” ucapnya.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa Michael SH MH CLA, CTL, CCL mengatakan, dari keterangan dua ahli dapat disimpulkan bahwa perkara yang menjerat kliennya murni masuk ranah keperdataan. Dari keterangan ahli seharusnya yang dilakukan adalah gugatan bukan melapor karena ini menyangkut hak kepemilikan.
"Sudah jelas dalam persidangan bahwa selama ini terdakwalah yang memiliki modal dalam perusahaan. Sementara saudaranya tak ada satupun yang mengeluarkan modal,” ujarnya.
Dua ahli tegaskan dugaan penggelapan Rp12 miliar CV MMA masuk ranah perdata
Rabu, 20 November 2024 17:32 WIB
Harusnya diselesaikan keperdataan dulu, harus di-clearkan dulu karena hukum perdata memberikan ruang untuk menyelesaikan persoalan ini