Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memeriksa politikus Rachland Nashidik (RN) sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan (HH).
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama TS, KJ, dan RN," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut informasi yang dihimpun kedua saksinya lainnya adalah pegawai Ombudsman RI bernama Tumpal Simanjuntak (TS) dan pihak swasta bernama Kuntomo Jenawi (KJ).
Tessa belum menjelaskan lebih lanjut soal apa saja materi yang dikonfirmasi dalam pemeriksaan tersebut karena penyidik yang memeriksa ketiga saksi tersebut belum membuka soal garis besar pemeriksaannya.
"Tentunya nanti penyidik akan mengupdate ke PIC penyidikan dan kita harapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, apa yang ditanyakan bisa segera terjawab," ujarnya.
Rachlan Nashidik yang selesai diperiksa pada Kamis siang mengatakan dirinya dicecar sekitar lima pertanyaan oleh penyidik soal hubungannya dengan Menas Erwin Djohansyah.
“(Ditanya soal) Erwin Djohansyah, bekas partner saya dulu, sudah kasih keterangan,” kata Rachlan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Rachlan mengatakan dirinya pernah satu perusahaan dengan Erwin, namun dia tidak tahu menahu soal kaitan antara Erwin dengan Hasbi Hasan.
“Kan pernah partner, di perusahaan sama-sama, sama saya, kemudian ya dia melakukan hal-hal itu yang kita enggak pernah mengerti juga,” ujarnya.
Nama Menas Erwin Djohansyah muncul dalam sidang Hasbi Hasan pada 5 Desember 2023 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam sidang tersebut, jaksa mengungkapkan terdakwa Hasbi Hasan diduga menerima fasilitas wisata jalan jalan ke Bali bersama seorang artis hingga hotel yang bernilai ratusan juta rupiah.
"Terdakwa sebagai Sekretaris Mahkamah Agung RI sejak Januari 2021 hingga Februari 2022 di antaranya dari Devi Herlina, Yudi Novriandi, dan Menas Erwin Djohansyah seluruhnya berjumlah Rp630.844.400,,00" kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Untuk diketahui, Hasbi Hasan ditetapkan KPK sebagai tersangka TPPU sebagai bagian dari pengembangan penyidikan dugaan suap pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.
Dalam perkara tersebut, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat vonis 6 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Sekretaris Mahkamah Agung nonaktif Hasbi Hasan setelah terbukti menerima suap pengurusan gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana tingkat kasasi di MA.
Putusan tersebut ditetapkan oleh Hakim Ketua Teguh Harianto di Jakarta, Kamis, setelah menerima permintaan banding dari penuntut umum dan penasihat hukum Hasbi Hasan.
Dengan demikian, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menetapkan agar Hasbi Hasan tetap berada dalam tahanan, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Hasbi dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, serta membebankan biaya perkara kepada Hasbi dalam dua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sejumlah Rp2.500.
Banding yang diajukan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didasarkan pada vonis Hasbi Hasan yang dinilai terlalu rendah dari tuntutan yang diberikan, yakni penjara 13 tahun dan 8 bulan, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan, serta membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar subsider penjara 3 tahun.
Sementara dalam putusan, Hasbi Hasan divonis pidana 6 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp3,88 miliar subsider 1 tahun penjara.
Hasbi terbukti menerima suap sebesar Rp3 miliar untuk mengurus gugatan perkara kepailitan KSP tingkat kasasi dengan tujuan memenangkan debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka.
Uang itu diterima Hasbi dari Heryanto melalui mantan Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto. Adapun Heryanto menyerahkan uang pengurusan gugatan perkara perusahaannya kepada Dadan secara total sebesar Rp11,2 miliar.