Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan bahwa kekerasan emosional menempati persentase tertinggi yang dialami anak laki-laki dan anak perempuan usia 13 - 17 tahun.
"Pada tahun 2024 yang dominan adalah kekerasan emosional, dimana 45 dari 100 laki-laki dan perempuan usia 13 - 17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional di sepanjang hidupnya," kata Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sementara untuk pengalaman 12 tahun terakhir, 30 dari 100 laki-laki dan perempuan usia 13 - 17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional atau lebih.
Data ini diketahui dari hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 yang diluncurkan oleh Kementerian PPPA.
Sementara teman sebaya tercatat sebagai pelaku kekerasan emosional dengan persentase tertinggi yaitu 83,44 persen pada anak laki-laki dan 85,08 persen pada anak perempuan.
"(Kekerasan emosional) dari teman sebaya, diantaranya mengalami diskriminasi SARA, gerakan tidak senonoh, stigma fisik, perundungan atas kondisi fisik dan ekonomi keluarga," katanya.
Lebih lanjut, Nahar menambahkan orang tua juga menjadi pelaku kekerasan emosional terhadap anak. "Seperti perasaan tidak pantas disayang, bodoh, dibentak, diancam, anak yang tidak diharapkan lahir," katanya.
Dari hasil SNPHAR 2024, kata dia, secara umum jumlah prevalensi kekerasan terhadap anak pada 2024 lebih tinggi dibandingkan pada 2021.
Jenis kekerasan yang disurvei dalam SNPHAR 2024 adalah kekerasan fisik, kekerasan emosional, dan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia.