Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, mengembangkan sistem pertanian hemat air di lahan kering untuk mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu selama beberapa tahun terakhir.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, Rabu mengatakan, uji coba sistem pertanian hemat air telah dilakukan di sejumlah lahan pertanian daerah itu dalam kurun dua musim tanam terakhir.
Salah satu uji coba dilakukan Kelompok Tani Sinar Harapan di Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari, yang mana hasilnya telah dipanen dua kali sejak uji coba pada 2023.
“Kami melakukan panen pada uji coba pertanian hemat air dan juga hemat pupuk. Ini sudah dua kali panen," kata Mas Ipin, panggilan akrab Bupati Nur Arifin.
Ia mengaku puas dengan hasil panen padi pada sawah demplot (demonstration plot) di Desa Gandusari, beberapa hari lalu.
Ia menyebut hasil dari sistem itu baik. Hal itu merujuk perbandingan hasil panen antara sawah lahan basah dengan sawah lahan kering yang dilakukan treatment (perlakuan khusus).
Hasil dari lahan kering yang mendapatkan treatment itu jauh lebih baik.
"BPS (Badan Pusat Statistik) sudah datang dua kali dan membandingkan, hasilnya lebih baik ini," ujarnya.
Untuk itu, Trenggalek berencana memperluas sistem itu. Melihat hasil demplot itu, Mas Ipin optimis target empat kali panen dalam satu musim tanam dengan sistem hemat air di lahan kering itu dapat terwujud. Dengan demikian, ketahanan pangan Trenggalek dapat terus stabil.
"Kalau ini bisa terjadi maka kemungkinan InsyaAllah di Trenggalek nanti kita bisa mengatasi krisis iklim ini dengan pertanian seperti ini," katanya.
Inovasi sistem tanaman yang tidak tergantung pada cuaca itu berawal dari kegelisahan para petani. Mereka pusing karena dengan kondisi cuaca yang tidak menentu mengakibatkan minim panen, atau bahkan gagal panen.
"Sekarang iklim tidak bisa ditebak. Ketika menanam padi ternyata hujan tidak turun. Kemudian menanam jagung ternyata setelah tanam hujan turun tidak berhenti-henti," kata Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan, Isnanto.
Menjawab tantangan itu, Mas Ipin mengamanahkan untuk membuat sistem pertanian hemat air. Dengan pendampingan pemerintah daerah, mereka membuat sistem itu. Dia menyebut cara membuatnya mudah.
Pertama adalah menggali tanah sedalam 50 cm. Tanah galian itu kemudian diberikan lembaran plastik UV, yang diharapkan bisa bertahan 8 -10 tahun.
Bekas galian itu kemudian dicampur dengan pupuk organik dan ditimbun. Setelah itu diberikan aliran air dan dilakukan penanaman.
"Lembaran plastik UV itu fungsinya untuk menahan air sehingga sawah nantinya memiliki kecukupan air. Dengan begitu sawah itu tidak lagi tergantung hujan turun atau tidak,' kata dia.
Perpaduan pupuk dan suplai air yang cukup itu menghasilkan produktivitas apik. Sejak awal 2023, uji coba menggunakan sistem itu sudah menunjukkan hasil positif dengan panen dua kali. Dengan lahirnya inovasi itu, pihaknya berharap target IP 400 di lahan kering dapat terwujud.
"Kami berharap bisa mencapai IP 400. Dalam satu tahun benar-benar bisa panen empat kali," ujarnya.
Salah satu uji coba dilakukan Kelompok Tani Sinar Harapan di Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari, yang mana hasilnya telah dipanen dua kali sejak uji coba pada 2023.
“Kami melakukan panen pada uji coba pertanian hemat air dan juga hemat pupuk. Ini sudah dua kali panen," kata Mas Ipin, panggilan akrab Bupati Nur Arifin.
Ia mengaku puas dengan hasil panen padi pada sawah demplot (demonstration plot) di Desa Gandusari, beberapa hari lalu.
Ia menyebut hasil dari sistem itu baik. Hal itu merujuk perbandingan hasil panen antara sawah lahan basah dengan sawah lahan kering yang dilakukan treatment (perlakuan khusus).
Hasil dari lahan kering yang mendapatkan treatment itu jauh lebih baik.
"BPS (Badan Pusat Statistik) sudah datang dua kali dan membandingkan, hasilnya lebih baik ini," ujarnya.
Untuk itu, Trenggalek berencana memperluas sistem itu. Melihat hasil demplot itu, Mas Ipin optimis target empat kali panen dalam satu musim tanam dengan sistem hemat air di lahan kering itu dapat terwujud. Dengan demikian, ketahanan pangan Trenggalek dapat terus stabil.
"Kalau ini bisa terjadi maka kemungkinan InsyaAllah di Trenggalek nanti kita bisa mengatasi krisis iklim ini dengan pertanian seperti ini," katanya.
Inovasi sistem tanaman yang tidak tergantung pada cuaca itu berawal dari kegelisahan para petani. Mereka pusing karena dengan kondisi cuaca yang tidak menentu mengakibatkan minim panen, atau bahkan gagal panen.
"Sekarang iklim tidak bisa ditebak. Ketika menanam padi ternyata hujan tidak turun. Kemudian menanam jagung ternyata setelah tanam hujan turun tidak berhenti-henti," kata Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan, Isnanto.
Menjawab tantangan itu, Mas Ipin mengamanahkan untuk membuat sistem pertanian hemat air. Dengan pendampingan pemerintah daerah, mereka membuat sistem itu. Dia menyebut cara membuatnya mudah.
Pertama adalah menggali tanah sedalam 50 cm. Tanah galian itu kemudian diberikan lembaran plastik UV, yang diharapkan bisa bertahan 8 -10 tahun.
Bekas galian itu kemudian dicampur dengan pupuk organik dan ditimbun. Setelah itu diberikan aliran air dan dilakukan penanaman.
"Lembaran plastik UV itu fungsinya untuk menahan air sehingga sawah nantinya memiliki kecukupan air. Dengan begitu sawah itu tidak lagi tergantung hujan turun atau tidak,' kata dia.
Perpaduan pupuk dan suplai air yang cukup itu menghasilkan produktivitas apik. Sejak awal 2023, uji coba menggunakan sistem itu sudah menunjukkan hasil positif dengan panen dua kali. Dengan lahirnya inovasi itu, pihaknya berharap target IP 400 di lahan kering dapat terwujud.
"Kami berharap bisa mencapai IP 400. Dalam satu tahun benar-benar bisa panen empat kali," ujarnya.