Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Puskesmas Banjarejo, Tulungagung, Jawa Timur tetap menjalankan fungsi pelayanan kesehatan sebagaimana biasanya kendati kedudukan bangunan UPT kesehatan itu tengah dalam proses sengketa lantaran muncul dua kepemilikan lahan.
Sebagaimana terlihat pada Rabu pagi hingga sore, aktivitas pelayanan mulai dari IGD (instalasi gawat darurat), poli rawat jalan hingga rawat inap berjalan seperti biasa.
Dokter, perawat, staf administrasi hingga tenaga pendukung lain bekerja sesuai tupoksi masing-masing.
Pasien yang mengantri dilayani dengan baik, termasuk pasien IGD dan pasien rawat inap.
Padahal puskesmas pembantu yang terletak di Desa Banjarejo, Kecamatan Rejotangan ini tengah diguncang kasus perdata terkait status lahan bangunan yang sebagian diklaim milik perseorangan.
Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinkes Tulungagung, Fuat Ratsongko, S. Kep. Ners memastikan pelayanan kesehatan tetap berjalan normal seperti biasa kendati proses hukum terkait kedudukan lahan bangunan UPT puskesmas kini berlanjut ke tahap PK (peninjauan kembali) Mahkamah Agung.
"Insya Allah pelayanan berjalan seperti biasa sementara proses penyelesaian sengketa tanah UPT Puskesmas Banjarejo telah melalui penyelesaian jalur litigasi. Sampai saat ini kasus tersebut dalam tahapan akan menempuh Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)," kata Fuat.
Terkait kasus perdata yang membelit UPT Puskesmas Banjarejo, Fuat membeberkan bahwa tanah yang disengketakan merupakan sebagian bidang tanah pekarangan berdasarkan Buku C Desa No.777, Persil No.05. kelas D. I Luas: ± 0,155 ha, yang tercatat atas nama Karsi, yang terletak di Desa Banjarejo, Kecamatan Rejotangan seluas ± 800 meter persegi.
Tanah tersebut pada sebelah utara berbatasan dengan lapangan/tanah pasar pahing (sekarang bangunan puskesmas yang baru), sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Sujak (dahulu milik Mongarsir), sebelah selatan berbatasan dengan jalan setapak ke pemukiman/jalan paving (bantaran sungai), sedangkan pada sebelah barat berbatasan dengan jalan Desa Banjarejo.
Pada prinsipnya, Dinkes Tulungagung merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan hanya menjalankan amanah perundang-undangan untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar.
Demi terwujudnya hal tersebut, maka dinas kesehatan bersinergi dengan pemerintahan desa untuk membangun fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama berupa puskesmas.
Pada riwayatnya, pembangunan UPT Puskesmas Banjarejo dilaksanakan pada 1980 di wilayah kerja Kecamatan Rejotangan, tepatnya berdiri di desa Banjarejo Kecamatan Rejotangan.
"Dinas Kesehatan yang pada waktu itu tidak mempunyai lahan tanah, bekerjasama dengan Pemerintah Desa untuk memakai aset tanah milik Pemerintahan desa membangun fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama berupa puskesmas," papar Fuat.
Hanya saja, pihak dinas kesehatan pada waktu itu tidak tahu-menahu mengenai adanya dua kepemilikan pada tanah yang dibangun puskesmas.
Sebab pihak desa pada waktu itu menyatakan kepemilikan lahan tersebut sebagai aset desa. Hal itu termaktub sebagaimana surat keterangan Pemerintah Desa Banjarejo Nomor: 140/30/407.07/I/2014 tertanda tangan Kepala Desa Banjarejo, Bapak Zainuddin.
"Bahkan di tahun 2021 Pemerintah Desa mampu mengurus sertifikat atas aset tanah tersebut sebagaimana sertifikat hak pakai Nomor : 00009 dengan nama pemegang hak pemerintah desa dengan tanggal penerbitan sertifikat 2 September 2021," urainya.
Dengan pertimbangan peristiwa-peristiwa di atas, Fuat memastikan bahwa posisi Dinkes Tulungagung dan UPT Puskesmas Banjarejo tidak pernah mempunyai niatan buruk untuk menguasai ataupun menyerobot tanah hak milik orang lain.
Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya catatan aset berupa tanah UPT Puskesmas Banjarejo pada laporan aset dinas kesehatan.
Justru yang mengakui atas kepemilikan aset tanah yang menjadi objek sengketa adalah pemerintah desa dengan bukti surat keterangan dan sertifikat tanah atas nama Pemerintah Desa Banjarejo.
"Dinkes Tulungagung dan UPT Puskesmas Banjarejo tidak pernah mempunyai niatan buruk untuk menguasai ataupun menyerobot tanah hak milik orang lain," kata Fuat.
Hanya saja, lanjut dia, pihak dinas kesehatan pada waktu itu tidak tahu menahu mengenai adanya dua kepemilikan pada tanah yang dibangun puskesmas.
Sebab desa pada waktu itu menyatakan kepemilikan lahan tersebut sebagai asetnya.
Hal itu sebagaimana surat keterangan Pemerintah Desa Banjarejo Nomor : 140/30/407.07/I/2014 tertanda tangan Kepala Desa Banjarejo saat itu atas nama Zainuddin.
"Bahkan di tahun 2021 Pemerintah Desa mampu mengurus sertifikat atas aset tanah tersebut sebagaimana sertifikat hak pakai Nomor : 00009 dengan nama pemegang hak pemerintah desa dengan tanggal penerbitan sertifikat 2 September 2021," katanya.
Dengan pertimbangan peristiwa-peristiwa di atas, Fuad memastikan bahwa posisi Dinkes Tulungagung dan UPT Puskesmas Banjarejo tidak pernah mempunyai niatan buruk untuk menguasai ataupun menyerobot tanah hak milik orang lain.
Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya catatan aset berupa tanah UPT Puskesmas Banjarejo pada laporan aset Dinas Kesehatan.
Justru yang mengakui atas kepemilikan aset tanah yang menjadi objek sengketa adalah pemerintah desa dengan bukti surat keterangan dan sertifikat tanah atas nama Pemerintah Desa Banjarejo.
Sedangkan dalam perkembangannya, sengketa tanah UPT Puskesmas Banjarejo telah melalui proses litigasi.
Dengan rincian, yaitu putusan Pengadilan Negeri Nomor 56/Pdt.G/2022/PN Tlg, tertanggal 9 Februari 2023; lalu putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor, tertanggal 23 Mei 2023 (banding); dan putusan Mahkamah Agung 3672K/PDT/2023, tertanggal 22 November 2023 (kasasi).
"Putusan-putusan sebagaimana di atas intinya menguatkan putusan pengadilan negeri," katanya.
Dalam pelaksanaan amar putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor: 56/Pdt.G/2022/PN.Tlg. jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 212/PDT/2023/PT.Sby jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3672K/Pdt/2023 (Puskesmas Banjarejo), Dinas Kesehatan dan UPT Puskesmas Banjarejo sangat kooperatif.
Pelaksanaan amar putusan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung, dihadiri oleh Kuasa Hukum Pemohon Eksekusi (Pihak Sdr. Kartini), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Kepala UPT Puskesmas Banjarejo, Kepala Desa Banjarejo, Bagian Hukum Setda selaku Kuasa Hukum Termohon Eksekusi serta Kepala Bidang Aset BPKAD Tulungagung.
Ada beberapa hal yang menjadi pembahasan, pertama karena saat ini di atas objek tanah yang disengketakan telah berdiri bangunan yang digunakan sebagai fasilitas kesehatan, maka eksekusi pengosongan tidak dapat dilakukan secara serta merta.
Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung memberikan penawaran antara membeli objek tanah yang disengketakan atau menyerahkan objek tanah yang disengketakan dalam keadaan kosong (merobohkan bangunan) dengan suka rela.
Kedua, apabila pada akhirnya Dinkes Tulungagung menyerahkan objek tanah yang disengketakan dalam keadaan kosong (merobohkan bangunan) dengan suka rela, maka akan dilakukan konstatering yaitu mencocokkan objek sengketa dengan meminta bantuan Badan Pertanahan Kabupaten Tulungagung sebelum dilaksanakan proses eksekusi perobohan bangunan.
Ketiga, Bahwa Aanmaning (teguran) atas Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor: 56/Pdt.G/2022/PN.Tlg. jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 212/PDT/2023/PT.Sby jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3672K/Pdt/2023 (Puskesmas Banjarejo) ditunda dan kembali dilanjutkan pada tanggal 22 Mei 2024.
"Tetapi dengan catatan Pihak Prinsipal (Sdr. Kartini) hadir secara pribadi dan Pihak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung menyampaikan nilai tawaran pembelian atas obyek sengketa," jelasnya.
Sebagai tindak lanjut atas proses litigasi yang dilaksanakan, pemerintah daerah mengupayakan yang terbaik.
Apabila disepakati untuk dapat dibeli, maka pemerintah daerah akan mengusulkan anggaran untuk pembelian tetapi tetap dengan mempertimbangkan legalitas atas tanah sesuai regulasi peraturan.
Dengan demikian, pada saat pembelian tidak sampai terjadi kesalahan, mengingat tanah tersebut ada dua kepemilikan hak berupa Buku C Desa No.777, Persil No.05. kelas D atas nama Karsi dan sertipikat hak pakai nomor : 00009 dengan nama pemegang hak Pemerintah Desa Banjarejo.
Fuat menambahkan di saat penyelesaian atas sengketa tanah tersebut dalam proses, muncullah laporan Saudara Agus Wahono mengenai dugaan perbuatan tindak pidana pasal 385 ke-1e KUHPidana kepada Polres Tulungagung.
Diketahui, pasal tersebut berbunyi "barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah Pemerintah atau tanah partikelir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit di tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu".
Sedangkan tindak lanjut atas laporan tersebut berupa permintaan klarifikasi diantaranya kepada Dinas Kesehatan.
Pertama adalah berdasarkan surat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resor Tulungagung Nomor: B/139/III/2023/Reskrim, Perihal permintaan klarifikasi, tertanggal 6 Maret 2023 memanggil Sekretaris Dinas Kesehatan.
Kedua, surat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resor Tulungagung Nomor: B/69/I/RES.1.2/2024/Satreskrim, Perihal permintaan klarifikasi, tertanggal 18 Januari 2024 memanggil kembali Sekretaris Dinas Kesehatan.
Ketiga surat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resor Tulungagung Nomor: B/98/I/RES.1.2/2024/Satreskrim, Perihal permintaan klarifikasi, tertanggal 27 Januari 2024 memanggil Kepala Dinas Kesehatan.
"Dengan adanya laporan tersebut maka akan ada penyelesaian bercabang baik secara perdata maupun pidana. Menghadapi dua hal itu, kami dari Dinas Kesehatan akan mengikuti secara kooperatif sesuai prosedur," tegas Fuat. (Adv)
Advertorial
Pelayanan Puskesmas Banjarejo Tulungagung tetap normal meski muncul sengketa lahan
Rabu, 8 Mei 2024 21:32 WIB
"Insya Allah pelayanan berjalan seperti biasa sementara proses penyelesaian sengketa tanah UPT Puskesmas Banjarejo telah melalui penyelesaian jalur litigasi. Sampai saat ini kasus tersebut dalam tahapan akan menempuh Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK),"