Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menegaskan meredam konflik atau sengketa lahan/tanah bukan merupakan hal mudah, sehingga perlu adanya kepastian hukum berupa sertifikat kepemilikan atas semua lahan yang ada di Indonesia.
"Sekarang saya ke desa, ke daerah, satu-dua masih ada ini meredam konflik lahan, meredam sengketa tanah, jangan dipandang mudah," kata Jokowi dalam acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo, Rabu.
Presiden mengatakan konflik akibat sengketa lahan yang tidak bersertifikat kadang berujung dengan tindak kekerasan.
"Kalau sudah yang namanya sengketa tanah itu, pemilik itu mati-matian mempertahankan tanahnya, betul? Bahkan saling membunuh kadang-kadang terjadi," kata Presiden.
Baca juga: Jokowi: Pemerintah akan mati-matian tuntaskan sertifikat tanah
Oleh karena itu dia menekankan pentingnya kepemilikan sertifikat tanah bagi masyarakat, sebagai bukti kepemilikan tanah.
Dia menceritakan bahwa pada tahun 2015 terdapat 126 juta bidang tanah yang harus disertifikatkan. Namun pada saat itu baru 46 juta bidang lahan yang bersertifikat, dan 80 juta bidang tanah sisanya belum bersertifikat.
Pada saat itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya bisa mengeluarkan 500 ribu sertifikat tanah per tahun, sehingga untuk menyelesaikan sertifikat bagi 80 juta bidang lahan diperkirakan membutuhkan waktu 160 tahun.
Oleh karenanya, sejak saat itu pemerintah gencar mendorong penyelesaian sertifikat tanah di seluruh Indonesia, hingga diperkirakan tahun 2024 hanya tersisa 6 juta bidang tanah yang harus diselesaikan sertifikat-nya.
Lebih jauh Presiden berpesan kepada masyarakat yang ingin menjadikan sertifikat tanahnya sebagai agunan di bank, untuk mengkalkulasi secara benar apakah dapat membayar bunga pinjaman di bank atau tidak.
Presiden tidak ingin sertifikat tanah yang sudah diberikan, justru kemudian hari disita bank karena masyarakat tidak mampu membayar bunga pinjaman.