Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan sinkronisasi data kemiskinan dari tahun 2022 hingga tahun 2024 dengan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dimiliki Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Kami memiliki perkembangan datanya dan melakukan pekerjaan-pekerjaan dari data tahun 2022, siapa saja yang masuk keluarga miskin, hingga dengan pendapatannya berapa. Kami juga bisa melihat usia yang produktif berapa," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam keterangan resminya, Rabu.
Eri menjelaskan mekanisme sinkronisasi data itu dilakukan dengan pencocokan antara data "Regsosek" 2022 yang diterima dari Bappenas dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan perkembangan data kemiskinan milik pemkot setempat hingga 2024.
Dia menyebut penyamaan data untuk mempermudah pemberian intervensi kepada warga miskin (gakin) di Surabaya.
"Alhamdulillah, menu di aplikasi kami hampir sama persis dengan yang ada di Bappenas," ujarnya.
Sementara, berdasarkan data BPS yang diterima oleh pemkot setempat menunjukkan persentase kemiskinan di Surabaya mengalami penurunan.
Pada tahun 2021 angka kemiskinan sebesar 5,23 persen kemudian turun menjadi 4,72 persen di tahun 2022. Selanjutnya per Februari 2023 jumlahnya sebesar 4,65 persen.
"Target miskin ekstremnya nol, target kami di kemiskinan biasa di bawah 2 persen, maksimal di angka 2 persen," ucapnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya Irvan Wahyudradjat mengatakan optimalisasi sinkronisasi data dibuka dengan tahap sosialisasi "Regsosek" dan pelatihan aplikasi Sistem Perencanaan Pembangunan Berbasis Data "Regsosek" Terpadu (Sepakat).
Agenda yang digelar siang tadi di Gedung Siola diikuti oleh 209 petugas dari perangkat daerah hingga kelurahan se-Kota Surabaya.
"Bukan hanya gakin, warga sejahtera dan prasejahtera pun terdata. Datanya sudah data semesta, kami data seluruh masyarakat Surabaya," kata Irvan.
Dia menyatakan bahwa data kemiskinan tahun 2022 dengan 2024 bisa muncul perbedaan ketika disinkronkan. Sebab dipengaruhi upaya intervensi oleh pemkot ke masyarakat.
"Pasti berkurang, karena Pak Wali sudah memberikan intervensi e-Peken, Padat Karya, Kampung Madani, hingga Kampung Pancasila," ucap dia.
Perbedaan juga bisa terjadi karena faktor mekanisme pelaksanaan survei, yang mana BPS melaksanakannya dalam jangka tahunan. Sedangkan Pemkot Surabaya setiap bulannya melakukan pembaruan data.
"Karena memang BPS itu surveinya tahunan, anggarannya besar tetapi kalau kami punya sendiri, bisa update tiap bulan," tuturnya.