Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemerintah Kota Mojokerto, Jawa Timur memberikan pelatihan budi daya larva lalat Black Soldier Fly (BSF) atau maggot sebagai salah satu upaya mengurangi sampah organik sisa makanan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Randegan.
"Sebisa mungkin kita harus meminimalisir jumlah sampah residu yang diangkut ke TPA. Untuk sampah anorganik, kita arahkan ke bank sampah. Sedangkan untuk sampah organik, masyarakat bisa ikut terlibat dengan budi daya maggot," ujar Plt. DLH Amin Wachid dalam keterangannya, Selasa.
Ia mengatakan, total ada 174 warga se-Kota Mojokerto dilibatkan dalam pelatihan budi daya maggot tersebut. Jumlah tersebut terbagi dalam tiga kelompok dan berlangsung di Kantor Kelurahan Prajurit Kulon dengan menghadirkan narasumber dari Universitas Brawijaya dan praktisi pembudidaya maggot.
"Berikutnya warga di setiap rukun warga (RW) akan didorong untuk budi daya maggot. Dengan demikian, diharapkan sampah organik sisa makanan habis dari rumah karena digunakan untuk pakan maggot," kata Amin.
Sebagai informasi, kata dia, setiap 1 kilogram maggot dapat menghabiskan 2-5 kilogram sampah organik sisa makanan per hari. Nantinya maggot dapat dipanen untuk pakan ternak seperti unggas maupun untuk ikan karena kandungan proteinnya yang tinggi.
"Dari segi ekonomi, ini juga menguntungkan. Maggot bisa dijual untuk pakan ternak, ikan, dan burung sehingga bisa menambah pendapatan masyarakat yang membudidayakannya. Ini adalah bagian ekonomi sirkular yang bisa diperoleh dari pengelolaan sampah secara bijak," ucapnya.
Ia menjelaskan untuk mengurangi sampah organik menjadi sangat penting dilakukan karena sampah organik dibuang dalam wadah tertutup agar tidak bau dan tercecer. Hal itu menyebabkan pembusukan anaerobik (tanpa oksigen) yang kemudian menghasilkan gas metana.
Gas metana yang tertimbun di TPA ini akan berdampak negatif bagi lingkungan. Gas metana merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) yang mendorong pemanasan global. Selain itu, apabila cuaca panas rentan menjadi sumber api.