Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah pada Jumat, berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah data indeks konsumen AS bulan September 2023 menunjukkan inflasi yang belum turun.
Pada hari ini, dia memperkirakan potensi pelemahan rupiah ke arah Rp15.730 per dolar AS dengan potensi support sekitar Rp15.650 per dolar AS.
“Data menunjukkan kenaikan inflasi 3,7 persen sama seperti bulan sebelumnya,” kata Ariston ketika dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Selain itu, data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS yang dirilis semalam turut menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang masih solid. Angka klaim masih berkisar 209 ribu seperti pekan lalu.
Baca juga: Jumat pagi ini rupiah menurun jadi Rp15.728 per dolar AS
Hasil ini dinilai mengukuhkan ekspektasi pasar bahwa suku bunga tinggi akan bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama.
“Indeks dolar AS kembali menguat di atas 106 setelah sebelumnya bergerak di kisaran 105. Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS pun terlihat bergerak naik,” ucap Ariston.
Data lain yang mempengaruhi rupiah terhadap dolar AS ialah data inflasi China yang baru saja dirilis pagi ini. Tercatat, angka Producer Price Index (PPI) year on year (yoy) -2,5 persen dengan ekspektasi -2,4 persen, lalu Consumer Price Index (CPI) yoy 0,0 persen dengan ekspektasi 0,2 persen, serta CPI month to month sebesar 0,2 persen dengan ekspektasi 0,3 persen.
“Data menunjukkan inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya yang bisa diartikan ada penurunan aktivitas ekonomi di China. Ini mungkin juga memberikan tekanan untuk rupiah, di mana China adalah partner dagang besar untuk Indonesia,” ungkapnya.
Rupiah hari ini berpeluang turun setelah tingkat inflasi AS belum turun
Jumat, 13 Oktober 2023 9:47 WIB