Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengimbau agar peserta Pemilu 2024 untuk menghindari kampanye negatif dan kampanye hitam, meskipun kampanye negatif (negative campaign) tidak ada hukumannya.
"Kampanye negatif itu menyampaikan sisi yang buruk atau negatif dari seorang calon walau faktanya demikian, itu tidak ada hukumannya. Kalau kampanye hitam, menyampaikan sesuatu yang buruk, namun tidak sesuai kenyataan atau hoaks, itu ada hukumannya. Nah, dua-duanya harus dihindari agar Pemilu kita mendatang berlangsung baik dan santun," ujar Menko Polhukam dalam Kuliah Umum bertema "Demokrasi Konstitusional dan Pemilu Bermartabat", di Universitas Udayana, Denpasar, Bali pada Selasa.
Lebih jauh, Mahfud juga mengingatkan untuk tidak menjalankan politik identitas dalam Pemilu maupun Pilkada Serentak, karena akan membuat kontestasi menjadi tidak fair dan berpotensi menimbulkan konflik.
"Menggunakan identitas politik boleh, misalnya, mengatakan saya Muslim, saya Madura, boleh saja, tetapi kalau menjalankan politik identitas itu tidak boleh, yaitu menjadikan identitas politik untuk mencederai lawan atau orang lain," lanjut Menko Polhukam.
Baca juga: Menteri Mahfud MD pastikan tidak ada kiriman asap ke negara tetangga
Pemilu menurut Mahfud merupakan salah satu mekanisme yang menjadi penanda negara demokrasi, agar proses dan hasil Pemilu benar-benar demokratis maka Pemilu harus dilaksanakan secara bermartabat yaitu sesuai dengan nilai, etika, dan aturan hukum.
"Kenapa kita memilih demokrasi, bukan monarki, oligarki, atau yang lain? Karena sistem demokrasi dipandang paling memungkinkan berjalan dan bekerja-nya negara sebagai organisasi kekuasaan yang bertujuan melindungi, menghormati, dan memajukan hak asasi manusia," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI ini.
Alasan lain menurut Mahfud, karena demokrasi memuat tanggung jawab penyelenggara negara kepada rakyatnya, dan dalam demokrasi ada cara mengoreksi.
Dalam negara demokrasi, kekuasaan harus bersirkulasi berdasarkan kehendak rakyat. Demokrasi konstitusional itu ditandai antara lain kekuasaan dibatasi waktunya, misalnya, Presiden dan DPR selama lima tahun, juga dibatasi lingkup kewenangan-nya.
"Itu sebabnya kita menyenggarakan Pemilu setiap lima tahun. Pemilu bukan untuk mencari pemimpin ideal dan sempurna karena tidak akan ketemu, tapi untuk mencegah orang jahat menjadi pemimpin. Jadi, tugas anda semua ikut Pemilu dan pilih pemimpin yang paling sedikit kejelekan-nya," pungkas Mahfud.