Surabaya (ANTARA) - Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur menggelar kajian proposal kenegaraan milik Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam acara dialog kebangsaan "Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI".
Kajian yang digelar di Graha Kadin Jawa Timur, Kota Surabaya, Minggu turut dihadiri Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti.
"Jadi apa yang di tawaran DPD akan kami kaji dan kami sambut, kami juga bedah dalam perspektif ICMI," kata Ketua ICMI Jawa Timur Ulul Albab seusai acara.
Tujuan kajian tersebut merupakan langkah untuk mengkritisi dan membantu menemukan pandangan baru pada aspek-aspek yang dicantumkan pada proposal tersebut.
"Kami mencoba membaca proposalnya, kami coba kritisi supaya bisa melengkapi, memberikan banyak kajian atau perspektif lain," ujarnya.
Kemudian, kata dia, kajian itu juga untuk mengetahui arah konsep dari proposal tersebut, sehingga penerapannya dalam setiap pembahasan yang dicantumkan bisa tepat.
"Jangan sampai kami tidak tahu arahnya kemana," ucapnya.
Diketahui kajian lima proposal yang dilakukan, yakni berjudul "mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara", "anggota DPD RI yang dipilih melalui pemilu legislatif masuk ke dalam kamar DPR RI sebagai anggota DPR dari unsur perseorangan", "utusan daerah dan utusan golongan diisi dari bawah", "utusan daerah dan golongan diberi wewenang untuk memberi pertimbangan atas rancangan undang-undang", dan menempatkan lembaga-lembaga yang sudah ada sebagai bagian dari penguatan azas dan sistem Demokrasi Pancasila".
"Kalau lima judul proposal masuk akal karena reasoning-nya seperti itu, seperti untuk menjadi ketua DPD dia harus mendapat suara 1,1 sekian juta dan setelah dia jadi, dia tidak punya peranan untuk membuat regulasi. Sedangkan yang dari partai politik melalui pemilihan di dapil dia bisa membuat undang-undang," kata Ulul.
Karenanya, Ulul menyatakan kajian harus dilakukan secara mendalam mengingat proposal tersebut memiliki kompleksitas.
"Tatanan maka forum seperti ini harus selalu di lakukan, setidaknya generasi mendatang bisa paham bagaimana ketatanegaraan, bagaimana dia mengisi, dan jangan sampai generasi ini lupa identitas," ucapnya.