Surabaya (ANTARA) - Dewan Pimpinan Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur menginstruksikan seluruh pengurus dan kader agar tidak membawa nama Nahdlatul Ulama (NU) saat melaksanakan sejumlah agenda politik.
"Kami akan berusaha sebisa mungkin memberi pemahaman kepada struktur di bawah kami, agar tidak menggunakan nama NU untuk politik," kata Bendahara DPW PKB Jatim Fauzan Fuadi di kawasan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya, Sabtu.
Dia menyebut pelarangan menggunakan nama NU juga untuk menghormati arahan yang dilontarkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf.
Menurut Fauzan larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah adanya oknum yang memanfaatkan nama organisasi untuk menjalankan praktik politik praktis. Selain itu juga bertujuan menjaga netralitas organisasi.
"Tentu saja karena ini sebuah komitmen dan itu dari Ketua Umum PBNU maka akan kami ikuti," ujarnya.
Sementara terkait sanksi, Fauzan menyebut para pengurus partai di tingkat provinsi masih menunggu teknis yang diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Pusat PKB.
"Belum ada teguran ke arah sana karena sejauh ini juga belum ada pelanggaran instruksi yang dikatakan oleh PBNU," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyatakan persetujuannya terhadap keputusan PBNU tidak terlibat politik praktis.
Dia juga berkeinginan agar nama NU ditempatkan di posisi yang semestinya, yakni fokus pada umat, dakwah, dan syiar ajaran NU. Sedangkan, urusan berpolitik tetap menjadi jalan PKB.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.