Mantan Bupati Trenggalek Diperiksa Terkait Dana Hibah
Rabu, 28 September 2011 21:26 WIB
Trenggalek - Tim penyidik Kepolisian Resor (Polres) Trenggalek, Jawa Timur, Rabu, memeriksa mantan bupati setempat, Soeharto, sebagai saksi dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah Rp7 miliar untuk pembangunan masjid.
Sumber di kepolisian menyebut, pemeriksaan mantan bupati periode 2004-2009 tersebut berlangsung tertutup di ruang penyidikan II, tindak pidana khusus, Satuan Reserse dan Kriminal Polres Trenggalek. Soeharto datang sekitar pukul 12.00 WIB dan keluar sekitar sejam kemudian.
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian maupun Soeharto terkait isi materi pemeriksaan tersebut.
Kasubbag Humas Polres Trenggalek AKP Siti Munawaroh saat dikonfirmasi mengenai hal ini hanya membenarkan bahwa Soeharto diperiksa tim penyidik dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah Masjid Agung Baiturrahman, Trenggalek tahun 2009.
"Kami masih sebatas mengumpulkan data dan keterangan dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi terkait proyek (pembangunan masjid) itu. Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.
Saat hal itu ditanyakan kepada Soeharto, yang bersangkutan mengelak dikatakan tengah menjalani pemeriksaan polisi terkait dugaan korupsi dana hibah.
Ia berdalih, kehadirannya di mapolres sekedar untuk mengurus surat izin mengemudi (SIM) miliknya yang sudah kedaluarsa. "Saya hanya membetulkan SIM, sebab pekerjaan saya masih ditulis bupati," katanya.
Soeharto kemudian mempertegas dengan mengatakan bahwa itikadnya memperbaharui SIM diilhami oleh kejadian yang ia alami sebelumnya sewaktu menyetir mobil di Kota Bogor, Jawa Barat.
Saat itu, kata Soeharto, dia dicegat polisi lalu-lintas yang tengah melakukan razia kendaraan dan mendapati SIM miliknya masih tertera keterangan pekerjaan sebagai bupati. "Karena itu saya kemudian berinisiatif memperbaharui SIM saya," katanya meyakinkan.
Kasus dugaan penyalahgunaan atau penyimpangan dana hibah Masjid Agung Baiturrahman mencuat sejak dihelatnya pemilihan kepala daerah setempat, sekitar pertengahan 2009.
Salah satu kubu tim pemenangan menyebarkan isu dugaan penyalahgunaan dana hibah tersebut dengan memanfaatkan sejumlah LSM serta melalui media.
Sasaran isu tersebut adalah Seoharto serta Mahsun Ismail yang saat itu berstatus "incumbent".
Laporan dugaan tindak pidana korupsi atau penyimpangan dana hibah itulah yang kemudian diselidiki polisi dan terus dikembangkan hingga kini.
Tim penyidik bahkan telah meminta auditor independen dari Universitas Brawijaya, Malang, untuk memastikan bahwa dana hibah tahun 2009 tersebut memang bermasalah.
Hal serupa juga dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menyebut ketidakjelasan penggunaan dana hibah Rp7 miliar yang dikucurkan Pemkab Trenggalek saat itu.
Berdasar audit BPKP, pengucuran dana hibah untuk pembangunan fasilitas ibadah terbesar di Kabupaten Trenggalek tersebut diduga menyalahi prosedur.
Kasus ini bermula saat Pemkab Trenggalek mengucurkan dana hibah Rp3,7 miliar untuk pembangunan Masjid Agung.
Dengan dana ini pembangunan bisa mencapai 70 persen dan dinyatakan tidak bermasalah. Untuk menyempurnakan pembangunan, Pemkab mengucurkan dana hibah lagi senilai Rp7 miliar.
Berbeda dengan hibah pertama yang dikerjakan panitia pembangunan, hibah kedua dikerjakan rekanan atau pihak ketiga. Proses tersebut dinyatakan menyalahi aturan, selain penggunaan anggaran yang bermasalah.