Surabaya (ANTARA) - Penyidik Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jawa Timur sudah mengantongi nama calon tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta otentik dan korupsi pada penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) tanah dan bangunan di Gedung Wismilak Surabaya.
"Harusnya tiga (calon tersangka), tapi kami baru dapat kabar duka ada salah satu calon tersangka meninggal dunia," kata Direktur Reskrimsus (Dirreskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol. Farman kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Mantan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya itu menjelaskan ketiga calon tersangka itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 266 dan 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Para calon tersangka itu ialah dari pihak penjual lahan bangunan yang kini bernama Grha Wismilak.
Farman menjelaskan objek yang kini disita itu sudah ditempati Kepolisian RI sejak tahun 1945 hingga 1993 dan terakhir ditempati sebagai Markas Polresta Surabaya Selatan.
"Anehnya, dalam kurun waktu 1945 sampai 1993 pada posisi objek ini masih dikuasai, kok ya bisa muncul HGB-HGB," ujarnya.
Memang, lanjut dia, di tengah-tengah itu ada data tentang HGB mati yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami.
"Kalau kami mengakui adanya HGB itu, sehingga akhirnya ada PPJB antara Nyono Handoko dengan Willy Walla terhadap pembelian HGB yang sudah mati dan objek yang masih ditempati polisi tahun 1992," kata Farman.
Ditambah lagi, lanjut dia, HGB nomor 648 dan 649 yang dijadikan dasar kepemilikan Grha Wismilak itu didasarkan pada SK Kanwil BPN Nomor 1051 dan 1052 yang ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Padahal, tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.
Atas dasar itulah, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik disimpulkan bahwa HGB yang kini dipegang pihak Wismilak diterbitkan melalui prosedur yang menyalahi aturan berlaku.
Karena itu pula, tutur Farman, sangat mungkin nantinya akan ada tersangka dari pihak Badan Pertahanan Nasional (BPN).
Kuasa hukum PT. Wismilak Inti Makmur, Sutrisno, mengatakan bahwa tanah dan gedung di sana dibeli kliennya pada tahun 1993 dari seorang bankir bernama Nyono Handoko. Saat itu, kondisi gedung sudah kosong dan bersertifikat atas nama Nyono.
Gedung tersebut kemudian digunakan sebagai kantor oleh tiga perusahaan di bawah naungan Wismilak Group, yakni PT. Wismilak Inti Makmur, PT. Bumi Inti Makmur, dan PT. Gelora Djaja.
Selama 30 tahun ditempati, tidak ada permasalahan hukum diterima pihak Wismilak atas kepemilikan lahan dan gedung bersejarah itu.
"Tidak ada permasalahan hukum maupun tuntutan dan sebagainya, dan membelinya pun secara legal," ujar Sutrisno.