Surabaya (ANTARA) -
Seorang petugas Lapas Surabaya, Jawa Timur, Bambang Sugianto, mendapatkan penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena telah melakukan deradikalisasi terhadap napi terorisme di lapas tersebut.
“Kami mengapresiasi penghargaan yang diterima Pak Bambang, tentunya ini berkat dedikasi dan integritas yang diberikannya selama bertugas sebagai wali pemasyarakatan,” ujar Kakanwil Kemenkumham Jatim Imam Jauhari dalam keterangannya di Surabaya, Minggu.
Ia mengatakan penghargaan ini diberikan BNPT karena menilai Bambang merupakan wali pemasyarakatan yang memberikan kontribusi besar dalam proses deradikalisasi terhadap warga binaan pemasyarakatan tindak pidana terorisme.
“BNPT juga memberikan apresiasi atas kesetiaan dalam tugas yang berisiko tinggi serta hasil capaian yang nyata dalam pendampingan narapidana terorisme,” tutur Imam.
Capaian ini, lanjut Imam, harus menjadi teladan bagi petugas pemasyarakatan yang lain. Mengingat saat ini ada 21 narapidana kasus teroris yang tersebar di sepuluh lapas di Jatim.
“Menjadi wali bagi narapidana teroris itu memang dibutuhkan keahlian khusus, lebih dari itu agar dipercaya narapidana teroris juga diperlukan integritas dan dedikasi sehingga narapidana teroris percaya dan mau kembali menyatakan ikrar setia NKRI,” urai Imam.
Bambang mulai menjadi wali bagi narapidana kasus teroris sejak April 2007. Selama itu, dia sudah mendampingi lebih dari 50 narapidana teroris.
“Kami kerja ikhlas saja dan kami menjaga benar kepercayaan dari teman-teman narapidana teroris, hubungan silaturahim masih terjadi sampai sekarang,” kata Bambang.
Selama bertugas, dia sudah dua kali menerima penghargaan serupa. Pertama adalah penghargaan dari Ditjen Pemasyarakatan atas Peran dan Kepedulian sebagai Pembina Narapidana Kasus Terorisme pada tahun 2017.
Kedua dari Menkumham RI Kategori Karya Dhika Madya atas Keberhasilan Melakukan Deradikalisasi, Mampu Menjalin Komunikasi Sangat Baik serta Mengubah "Mindset" Napiter pada tahun 2017.
Meski begitu, menurut pria kelahiran Surabaya itu, ada banyak sekali liku-liku saat mendampingi narapidana kasus teroris. Tak jarang pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan di Lapas I Surabaya mendapatkan teror dari kelompok lama yang sebelumnya menaungi para teroris.
“Paling ekstrem mungkin teror bom ikan yang ditaruh di bawah mobil saya sekitar tahun 2016, Alhamdulillah saya masih dilindungi Allah,” kenang pria yang sudah 22 tahun mengabdikan dirinya di Lapas I Surabaya itu.
Ke depan, Bambang berharap semakin banyak petugas yang mau menjadi wali narapidana kasus teroris. Karena, menurutnya, relatif sulit melunakkan hati narapidana kasus terorisme sehingga diperlukan lebih banyak petugas yang terlatih.
“Alih-alih adu dalil, kami lebih memilih pendekatan manusiawi. Menyentuh hingga ke lubuk hati,” kata Bambang.
Petugas pemasyarakatan selama ini memang kerap melakukan intervensi secara sosial. Salah satunya dengan mengadakan diskusi. Metode yang tak kalah efektif adalah dengan menyentuh hati. Petugas kerap memberikan diskresi berupa kesempatan untuk melakukan panggilan video kepada keluarga.
“Dijamin, kalau sudah ingat dan tahu kondisi keluarganya, mereka tak kuasa menitikkan air mata,” urai Sarjana Hukum dari Universitas Jember itu.
Saat ini, di Lapas I Surabaya tinggal 4 narapidana kasus teroris. Keempatnya sudah berikrar setia kepada NKRI.
Selain itu, terdapat narapidana kasus teroris asal Lapas IIA Sidoarjo, Jawa Timur, Suherman, peraih prestasi lomba pidato kebangsaan yang diadakan dalam rangka HUT Ke-13 BNPT. Dia menjadi juara III dari kejuaraan yang diikuti puluhan narapidana teroris di Indonesia itu.