Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan perubahan iklim tidak hanya menimbulkan ancaman fisik, tetapi juga mengancam HAM.
"Perubahan iklim dan manajemen bencana adalah isu yang membutuhkan tindakan kolektif dan sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Yasonna dalam lokakarya "Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.
Dia meyakini kolaborasi seluruh pemangku kepentingan menjadi penting dalam merespons perubahan iklim dan bencana. Oleh karena itu, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peduli terhadap perubahan iklim dan manajemen bencana.
"Hanya melalui kerja sama yang solid dan terkoordinasi kita dapat mengatasi tantangan ini dan melindungi hak asasi manusia bagi semua orang, termasuk generasi mendatang," jelasnya.
Lebih lanjut, Yasonna mengatakan peran sektor swasta terhadap tanggung jawab perlindungan HAM dalam konteks perubahan iklim merupakan hal yang krusial.
Baca juga: Menkumham lantik Kakanwil Jatim sebagai anggota MPWN-MKNW
Perusahaan-perusahaan harus mengambil tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik bisnis berkelanjutan, serta menghormati hak-hak masyarakat lokal di area operasional.
"Kita harus bertindak sekarang untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan, sambil tetap memastikan bahwa hak-hak dasar manusia tetap dihormati, dilindungi dan dipenuhi," tegasnya.
Guna mendorong peningkatan kesadaran sektor swasta terhadap HAM, Pemerintah melalui Kemenkumham bersama kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait sedang mematangkan Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Bersamaan dengan penyusunan Strategi Nasional Bisnis dan HAM, kami juga telah memiliki aplikasi PRISMA. Melalui aplikasi berbasis website ini, kami ingin membantu pelaku usaha dalam menganalisis potensi risiko dugaan pelanggaran HAM yang disebabkan kegiatan bisnisnya," kata Yasonna.
Sebagai informasi, lokakarya tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari G20 Bali Leaders' Declaration guna mencegah meluasnya dampak negatif perubahan iklim terhadap tantangan implementasi HAM di Indonesia.
Dalam lokakarya itu disusun rekomendasi berupa kesimpulan singkat kebijakan guna menjawab tantangan yang mengemuka dalam pertemuan November 2022 lalu.
"Perubahan iklim dan manajemen bencana adalah isu yang membutuhkan tindakan kolektif dan sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Yasonna dalam lokakarya "Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.
Dia meyakini kolaborasi seluruh pemangku kepentingan menjadi penting dalam merespons perubahan iklim dan bencana. Oleh karena itu, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peduli terhadap perubahan iklim dan manajemen bencana.
"Hanya melalui kerja sama yang solid dan terkoordinasi kita dapat mengatasi tantangan ini dan melindungi hak asasi manusia bagi semua orang, termasuk generasi mendatang," jelasnya.
Lebih lanjut, Yasonna mengatakan peran sektor swasta terhadap tanggung jawab perlindungan HAM dalam konteks perubahan iklim merupakan hal yang krusial.
Baca juga: Menkumham lantik Kakanwil Jatim sebagai anggota MPWN-MKNW
Perusahaan-perusahaan harus mengambil tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik bisnis berkelanjutan, serta menghormati hak-hak masyarakat lokal di area operasional.
"Kita harus bertindak sekarang untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan, sambil tetap memastikan bahwa hak-hak dasar manusia tetap dihormati, dilindungi dan dipenuhi," tegasnya.
Guna mendorong peningkatan kesadaran sektor swasta terhadap HAM, Pemerintah melalui Kemenkumham bersama kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait sedang mematangkan Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Bersamaan dengan penyusunan Strategi Nasional Bisnis dan HAM, kami juga telah memiliki aplikasi PRISMA. Melalui aplikasi berbasis website ini, kami ingin membantu pelaku usaha dalam menganalisis potensi risiko dugaan pelanggaran HAM yang disebabkan kegiatan bisnisnya," kata Yasonna.
Sebagai informasi, lokakarya tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari G20 Bali Leaders' Declaration guna mencegah meluasnya dampak negatif perubahan iklim terhadap tantangan implementasi HAM di Indonesia.
Dalam lokakarya itu disusun rekomendasi berupa kesimpulan singkat kebijakan guna menjawab tantangan yang mengemuka dalam pertemuan November 2022 lalu.