Semarang (ANTARA) - Keputusan PDI Perjuangan mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden sehari menjelang Idul Fitri 2023 tidak terlalu mengejutkan bagi publik.
Tapi, yang agak mengejutkan justru mengumumkannya sehari menjelang Idul Fitri 2023. Momen ini dinilai memberi keuntungan bagi PDIP dan Ganjar karena keputusan itu bakal menjadi perbincangan luas warga masyarakat yang tengah berkumpul bersama keluarga dan kolega pada libur Lebaran 2023.
Memang, jauh hari di permukaan tampak ada riak-riak kecil dari beberapa elite PDIP yang menyudutkan Ganjar, seperti pernah disindirkan oleh Bambang "Pacul" Wuryanto yang menganggap Ganjar sok.
Dalam sebuah pertemuan resmi PDIP di Jateng, Ganjar kala itu juga tidak diundang. Padahal dia kader partai banteng sekaligus tuan rumah.
Namun, gesekan-gesekan antarkader tersebut harus dipahami sebagai dinamika politik lumrah dalam mencari pilihan-pilihan paling memungkinkan untuk diputuskan sebuah partai politik.
Menjatuhkan pilihan kepada Ganjar juga harus dipahami sebagai keputusan paling realistis mengingat orang nomor satu di Jateng ini selalu menghimpun popularitas dan elektabilitas tertinggi. Setidaknya itulah hasil dari berbagai lembaga riset politik yang menyigi popularitas dan elektabilitas sejumlah tokoh.
Ganjar selalu berada dalam tiga besar, bahkan sering berada di peringkat teratas, baik popularitas maupun elektabilitasnya. Dia mengungguli tokoh populer seperti Prabowo Subianto dan bacapres Anies Baawedan.
Elektabilitas Ganjar hasil sigi SMRC yang dirilis medio April 2023, misalnya, menunjukkan kader PDIP ini mengantongi 24,3 persen, Prabowo mendulang 22,5 persen, sedangkan Anies meraih 15 persen.
Dengan mengantongi modal politik seperti itu, tampaknya PDIP memang tidak punya pilihan lain karena kader yang memiliki modal politik besar untuk menang pada Pemilu Presiden 2024 hanya Ganjar.
Ganjar, pilihan politik realistis PDIP
Jumat, 21 April 2023 21:52 WIB