Banyuwangi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terus memperkuat berbagai program untuk mengikis tiga dosa pendidikan, mulai dari perundungan, kekerasan hingga intoleransi.
"Kami terus dorong Dinas Pendidikan untuk memperkuat fungsi pendampingan guru melalui program Pojok Curhat di setiap sekolah. Selain itu, juga dilakukan peran Parenting untuk meningkatkan kesepahaman antara guru dan wali murid serta berbagai upaya preventif lainnya," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di Banyuwangi, Kamis.
Bupati juga mengimbau kepada seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk bahu-membahu menghentikan perundungan di lingkungan sekolah.
"Stop bullying. Tidak boleh ada lagi perundungan di sekolah. Sekolah harus jadi tempat yang nyaman bagi anak-anak kita untuk belajar," ucap Ipuk.
Menurut ia, persoalan anak putus sekolah ternyata tidak hanya berkutat soal biaya, namun ada banyak faktor lainnya yang bisa membuat seorang pelajar enggan untuk melanjutkan pendidikannya.
Ipuk mencontohkan, seorang siswi inisial ML yang berasal dari Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, memutuskan tak lagi sekolah dalam dua bulan terakhir karena tak percaya diri kerap menjadi korban perundungan oleh teman-temannya.
Baca juga: 72 ribu warga Banyuwangi sudah terima bansos sembako dan PKH
Kondisi ekonomi keluarganya yang terhitung pra sejahtera itu, juga membuatnya minder. Lebih-lebih dengan kondisi kedua orang tuanya yang mengalami sakit. Perpaduan dua hal tersebut, menyebabkannya tak memiliki kepercayaan diri di sekolahnya.
Ipuk memotivasi ML untuk terus bersekolah dan perundungan yang diterimanya tidak boleh merenggut masa depannya.
"Kalau ada yang nge-bully lagi, laporkan ke guru. Jangan takut," kata Ipuk.
Pemkab Banyuwangi, katanya, juga menyiapkan beragam program pembiayaan pendidikan guna membantu meringankan beban pendidikan. Mulai dari beasiswa kuliah, uang saku dan bantuan transportasi tiap hari untuk pelajar, hingga bantuan biaya hidup untuk pelajar rentan putus sekolah.
Untuk program uang saku, di mana pelajar SD mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA Rp20.000 per hari. Demikian pula bantuan uang transportasi, para pelajar SD mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA Rp20.000 per hari.
"Ini untuk menstimulus anak-anak agar tetap mau sekolah. Terkadang, meskipun biaya pendidikannya telah ditanggung, mereka tetap enggan ke sekolah karena selama di sekolah tidak punya uang saku. Sehingga mereka sulit bersosialisasi dengan teman-temannya. Malu, minder dan kemudian tidak mau sekolah," kata Ipuk.