Surabaya (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi soal perdagangan, Mufti Anam, meminta pemerintah bergerak lebih cepat dalam menangani masalah kelangkaan dan lonjakan harga "Minyakita".
Ia mengatakan minyak goreng kemasan sederhana yang diluncurkan pada Juli 2022 untuk solusi atas kelangkaan saat itu, kini kembali langka dan harganya sudah di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp14.000 per liter.
"Belum genap setahun sejak diluncurkan, Minyakita kembali langka. Harganya juga melonjak, ada di daerah yang jual Rp16.500 per liter, bahkan bisa lebih. Sejak awal saya sebenarnya sudah menduga bahwa Minyakita ini tidak bisa menjadi solusi permanen soal pengendalian harga minyak goreng bila tidak ada pengawasan ketat," katanya dalam keterangan pers di Surabaya, Jumat.
Mufti mengatakan, bila sekarang Minyakita langka dan harganya naik, pasti ada sebabnya. Ibarat peribahasa tidak mungkin ada asap bila tanpa ada api.
"Publik akhirnya menduga-duga. Misalnya, ini karena berkurangnya pasokan bahan baku minyak sawit. Seharusnya ini bisa dihindari jika pengusaha mematuhi kewajiban untuk menyediakan domestic market obligation (DMO). Publik kemudian mempertanyakan bentuk pengawasan terhadap kewajiban pengusaha CPO tersebut,” ujarnya.
Dia mengatakan, DMO adalah tanggung jawab yang diberikan negara kepada para pengusaha, kepada pihak swasta. Dengan kelangkaan sekarang ini, publik akhirnya bertanya-tanya, apakah betul para pengusaha sudah patuh menjalankan apa yang menjadi komitmen mereka.
“Dan di sisi lain, apakah Kemendag benar-benar melakukan pengawasan dengan optimal? harus dipelototi,” katanya.
Apalagi, lanjut Mufti, kemudian ada temuan-temuan yang membuat kecurigaan mengemuka, seperti penumpukan stok di sebuah gudang di Jakarta Utara yang ramai diberitakan. Padahal di banyak tempat, Minyakita sedang langka.
“Kalau semua mekanisme dijalankan, ada kontrol dan sebagainya, seharusnya tidak ada masalah. Berarti ini ada sesuatu yang belum jalan sehingga langka lagi,” ujar mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim tersebut.
Mufti mengingatkan pemerintah bahwa kenaikan dan kelangkaan harga minyak akan sangat berpengaruh pada bahan pangan yang diproduksi oleh produsen makanan dan rumah tangga. Hal ini bisa menyulitkan UMKM dan produsen rumahan yang sangat bergantung pada ketersediaan migor dengan harga terjangkau.
“Inflasi berpotensi terkerek naik, apalagi pada Maret-April kita memasuki bulan Puasa dan Lebaran. Kita harus ambil pelajaran dari tahun lalu, di mana indikasi awal lonjakan migor waktu itu membuat inflasi April 2022 mencapai 0,95 persen secara bulanan, merupakan yang tertinggi sejak 2017 pada periode puasa-Lebaran. Maka pemerintah jangan lengah. Ini kan ada indikasi masalah di Minyakita, maka harus segera diatasi,” tegasnya.
Mufti menyebut Kementerian Perdagangan dan Badan Pangan Nasional harus segera bergerak cepat. Jangan sampai terlambat dan salah ambil langkah seperti tahun lalu, yang membuat harga minyak goreng melonjak tidak karuan.
“Segera tambah suplainya. Dan ini harus dikontrol penuh. Kemarin saya dengar, sudah ada tambahan suplai Minyakita dan minyak curah 450 ribu ton per bulan, dari sebelumnya 300 ribu ton per bulan. Itu harus dipastikan. Minyakita adalah hasil kebijakan kewajiban pasar domestik atau DMO. Solusi jangka pendeknya ya memang dinaikkan saja DMO-nya,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Mufti, pengawasan ketat harus dilakukan dari hulu ke hilir terkait berbagai pelaksanaan aturan soal minyak goreng ini melalui pelibatan Satgas Pangan untuk tindakan hukumnya.
“Sebenarnya kan peta regulasinya sudah jelas. Produsen A harus penuhi kewajiban domestik sebelum ekspor. Tinggal dimonitor distribusi kemana saja. Sehingga kemudian tinggal di-breakdown juga jatah tiap provinsi atau kabupaten berapa volume Minyakita-nya. Ini harus dipelototi betul,” katanya.